Minggu, 25 Desember 2011

Berkorban, antara Persepsi dan Redaksional





"Cinta itu membutuhkan pengorbanan"
"menjadi manusia itu harus mau berkorban"
"Pengorbanan dibutuhkan untuk mencapai impian"
Berkorban, pengorbanan, mengorbankan diri, tenaga, waktu
Berkorban menjadi sebuah istilah yang dirasa berat,
Asosiasi dengan pilihan untuk "Memberi ketika sulit untuk memberi"
Berkorban, menjadi sebuah hal yang tidak semua orang bisa melakukannya
Menjadi sebuah perjuangan luar biasa untuk menerapkannya
Berkorban, bagai sekam yang menyakitkan
Menimbulkan sesak yang menyayat dada
Tercekat tanpa kata
Berat, perih
Pun jika dimengerti maknanya oleh yang diberi pengorbanan
Diabaikan semakin membuat ingin bunuh diri
Sakit, kecewa


Ini tentang persepsi
Bukankah berbagi sangat dianjurkan?
Lantas apa yang membuat berat ketika harus berkorban?
Bukankah berkorban salah satu hiponim dari berbagi
Lagi-lagi tentang persepsi,
Sesuatu berharga yang harus dibagi,
Sesuatu yang harus direlakan
Yang jika telah dilakukan mengharapkan sebuah penghargaan
Ini tentang dasar berpikir
Mencoba mengkaji
Sebuah retorika, permainan kata
Redaksional
Bahasa
Makna
Berkorban, aku tak akan pernah berkorban
Karena  berkorban, artinya aku hanya punya satu
Satu yang berat untuk dibagi
Satu yang sulit untuk diberi
Satu yang sangat aku inginkan untuk kumiliki ketika orang lain pun menginginkannya
Berkorban, berbagi yang berharap untuk dihargai
Berkorban, berbagi meski diri terasa berat, sebab hanya satu yang dipunya, cinta, dedikasi, raga, harga diri


Sekali lagi ini mengenai persepsi
Aku berbagi karena aku kaya,
Kaya akan cinta sehingga aku berbagi cinta pada siapapun, bukan mengorbankan cinta yang kupunya
Dedikasi, aku mampu mendesikasikan diri untuk situasi apapun, aku tak akan mengorbankan dedikasiku
Aku tak berkorban waktu, harta maupun tenaga
Tapi aku membaginya, untuk setiap aktivitas, untuk segala yang aku perjuangkan
Aku berbagi karena cinta dan ketulusan
Bukan berkorban yang terpaksa dan berat







(Taubat) Inilah Keputusan Itu



Hari ini aku memutuskan untuk mendekatinya
Mendatanginya dan kembali mengatakan kabarku padanya
Setelah sekian lama meninggalkannya, ternyata kurasa rindu juga padanya
Selama ini aku selalu merasa bahwa aku bisa sendiri menjalani setiap detik kehidupan, setiap fase bergantinya waktu, dengan caraku sendiri, dengan apa yang aku yakini kebenarannya
Hidup yang kujalani bagai sebuah labirin yang entah sampai kapan akan berakhir, rumit ternyata, perlu banyak pertimbangan
Dan keyakinanku menjalani hidup hanya sebuah kesombongan yang mengalihkanku dari kenyataan bahwa ini sulit
Kesombongan yang membuatku tak peduli terhadap mereka yang mencoba membantuku, karena aku bisa sendiri
Kesombongan yang membuatku sangsi akan nasihat dan berbagai masukan dari orang-orang  terdekatku
Bahkan kesombongan terhadap penciptaanku, bahwasanya aku diciptakan untuk senantiasa mampu berbuat ini dan itu, tanpa gagal, tanpa rasa lelah
Kemudian kujalani hidup, kenyataannya tak seperti itu
Hidup ini ternyata jauh lebih rumit dari yang kukira
Rencanakupun akhirnya tinggal sebatas rencana, kesiapanku pun ternyata  rapuh di tengah perjalanan
Dan "Aku bisa", hanya menjadi sebuah frase untuk  mengurangi sakitnya terjatuh

Hmm, dan ternyata keangkuhanku sebagai seorang makhluk sungguh sia-sia
Kesombonganku pun akhirnya tersisa sebagai sebuah kepecundangan
Arrgghh, berbagai cercaan itu ternyata dengan mudahnya membuatku kacau
Berbagai pilihan itu ternyata cukup mudah membuatku melakukan kesalahan
Salah mengambil keputusan, salah mempertanggungjawabkannya
Dan berbagai kesenangan itu cukup membuatku lalai, meski hanya kesenangan sesaat
Euforia itu ternyata begitu mudahnya  menjebakku
Dan akupun kembali menjadi seorang anak malang yang terbuang
 Anak malang yang hidup tanpa persiapan, tanpa bekal, dan harus berpikir lagi dan lagi bagaimana memperbaiki, bagaimana bangkit, serta mencari jalan mana untuk kembali

Dan ternyata inilah janjinya
Murkanya pada setiap insan yang meninggalkannya
Dan ternyata begitu mudahnya  Ia membuktikan kuasanya
Pada jiwa yang telah begitu hina
Untuk kembali memanggil namanya, untuk kembali merajut kasih dengannya
Dan padaku yang telah begitu angkuh meninggalkannya
Sentuhan kasihnya sedikit masih kurasa sejuk di relung hatiku yang gelap
Panggilan sayangnya sedikit membuat jiwa ini tergerak
Dan aku memutuskan untuk menghampirinya, memberitahukan segala kabarku, menceritakan semua ceritaku,
Mengakui kebodohanku, berdamai dengannya, mengakui bahwa aku membutuhkannya,
Mengatakan bahwa aku hampa tanpa sentuhan kasih sayangnya, aku sendiri tanpa dia yang menemani, aku sendiri dengan jalan berpikirku, buta  tanpa petunjuk, linglung tanpa arah, aku sadari bahwa tanpanya aku bukan apa-apa, aku makhluk yang hina

Mencoba berdamai dengan dia yang memberiku kehidupan
Dengan dia yang selama ini kedatangannya tak pernah kusadari
Dengan dia yang kasihnya senantiasa membuat jiwa ini bergetar dengan deraian air mata meski terkadang kekerasan hati membuat kasihnya tak lagi terasa
Berdamai dengan dia yang kasih sayangnya tak pernah terbatas
Dengan dia yang karenanya aku hidup
Dengan dia yang membuatku kembali tersadar
Mengapa aku hidup, untuk apa aku hidup serta bagaimana aku harus hidup

Selasa, 20 Desember 2011

Festival Anak Sholeh, sebuah langkah kecil kami untuk Indonesia



Festival Anak Sholeh (FAS) 2011 yang diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Indonesia penerima beastudi Etos Jakarta sukses digelar pada hari Sabtu, 17 Desember 2011 di Fakultas Teknik UI Depok. Acara yang mengusung tema “Berani menjadi Juara” ini dihadiri oleh walikota Depok Dr. Nurmahmudi yang sekaligus meresmikan pembukaan FAS 2011, wakil dari Dinas Pendidikan bagian PAUD serta Koordinator Nasional Beatudi Etos Romi Ardiansyah. Acara ini merupakan acara tahunan berupa perlombaan bagi siswa-siswi TK sampai SD kelas 6. Jenis lomba yang diadakan dalam FAS tahun ini adalah lomba mewarnai, fashion show busana muslim, membaca puisi, adzan dan tahfidzul qur’an untuk kategori TK, SD kelas 1, 2 dan 3 serta lomba  Mutsabaqoh Tilawatil Quran, menulis surat cinta untuk Rasulullah, da’i cilik, Lomba Cerdas-Cermat dan mendongeng untuk kategori SD kelas 4, 5 dan 6.
          Acara ini dimeriahkan dengan penampilan dari penyanyi cilik Jegesya, da’i cilik asal Bandung Muthmainnah Fitria Az Zahra, marawis dari sekolah Master (Masjid Terminal) Depok, penampilan dongeng dari mahasiswa FIB, Viktor dkk serta penampilan sulap edukasi dari Rio Febrian. Acara yang berlangsung pukul 07.00 sampai 15,00 ini dihadiri lebih dari 700 siswa TK dan SD yang begitu antusias mengikuti jalannya acara. Biaya registrasi sebesar 10 ribu rupiah tiap lomba tidak membuat siswa siswi TK dan SD se kota Depok berkeberatan untuk mengikuti acara ini karena setiap peserta memperoleh sertifikat, makanan ringan dan souvenir. Sebagai bentuk kepedulian sosial kami, beberapa sekolah dibebaskan dari biaya registrasi karena tingkat perekonomian keluarga murid-muridnya yang rendah.
Acara ini disponsori oleh pegadaian syariah, hones tea, majelis ta’lim telkomsel dan Margo digital. Sebagai acara tahunan penerima beatudi Etos regional Jakarta, FAS tahun ini memberikan lebih banyak hadiah bagi juara-juara di setiap perlombaan yakni piala untuk juara pertama, kedua dan ketiga serta uang pembinaan senilai total 3 juta rupiah. Sementara bagi sekolah yang memperoleh piala terbanyak dinobatkan sebagai juara umum dan berhak memperoleh piala bergilir dari walikota Depok. Juara  umum FAS 2011 adalah SDN Srengseng Sawah 11 pagi yang mengirimkan 42 siswa perwakilan sekolah dan memperoleh 9 piala dari 10 kategori lomba.
Seluruh rangkaian acara ini bukan sekadar acara hiburan ataupun kompetisi merebut hadiah melainkan sebuah acara yang bertujuan untuk membentuk generasi cilik yang cerdas dan sholeh dengan memacu kreativitas anak-anak, meningkatkan kebanggan peserta sebagai seorang muslim, menambah pengetahuan peserta tentang Islam, menggali potensi yang dimiliki peserta, serta meningkatkan kepercayaan diri peserta untuk menunjukkan kemampuannya, sebuah langkah kecil kami untuk berkontribusi mewujudkan generasi Indonesia cerdas dan berbudi pekerti luhur sebagai investasi yang akan mengubah keadaan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.






                       

Minggu, 23 Oktober 2011

99+ untuk NKRI

Oktober telah berkepala dua, artinya bulan ini akan segera berlalu. Cepat ya? Secepat setiap episode kehidupan yang malang maupun senang berlalu, secepat berakhirnya masa beradanya insan di dunia, secepat kita harus bergerak untuk memberi manfaat. Secepat berlalunya ISLC, Indonesia Student Leadership Camp. Suatu program pelatihan kepemimpinan bagi seratus ketua OSIS se-Indonesia. Enam hari yang cukup membuat gejolak emosiku berkali-kali membentuk puncak dan lembah, naik turun, tinggi rendah. Enam hari bersama mereka yang berani memilih, memilih untuk bergerak demi Indonesia lebih baik. Naif jika kubilang event ini biasa saja, bodoh jika kubilang semangat mereka hanya anget-anget tahi ayam. 99 pemimpin muda yang telah memutuskan sebuah hal besar terjadi di usia mereka yang masih belia, deklarasi 99 dan Forum Osis Nusantara. Plus beberapa orang yang dengan sepenuh hati berusaha untuk menyelenggarakan acara ini, yang jika dipikir, apa sih yang mereka dapat dari pengorbanan menjadi panitia? Capek, rugi waktu, rugi uang dan rugi tenaga?

Ini mengenai passion. Mengenai idealisme dan mimpi. Mengenai strategi, suatu langkah untuk “Berani peduli”. Anis Matta dalam pidatonya “Bangsa kita ini tidak akan tegak hanya dengan pikiran, keringat, dan darah satu orang. Indonesia membutuhkan 100 orang tim impian ” atau Bung Karno “Beri aku seribu orang tua, maka akan aku cabut Semeru dari akarnya, beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncangkan dunia”. Secercah harapan untuk menjawab tantangan zaman, kapan Indonesia maju. (Mm, sepertinya untuk sekarang belum membahas kapan Indonesia maju.) Sedikit ralat à Secercah harapan untuk menjawab pertanyaan kapan Indonesia bangkit dari kelaparan padahal Indonesia negara yang kaya, kemiskinan, kebobrokan moral karena budaya korupsi, pendidikan dan kesehatan yang sangat jauh dari layak, kerusakan lingkungan hidup, ataupun persoalan tata kelola negara dan integritas bangsa. Ini mengenai passion, gairah untuk memberikan pencerahan generasi muda tentang ‘That’s my Indonesia’, gairah untuk memfasilitasi ‘what should I do?’, gairah untuk mengajak lebih banyak lagi rakyat Indonesia untuk berpikir dan mencari solusi untuk negerinya. Gairah untuk berbagi nilai cinta tanah air, dan Idealisme.

ISLC UI 99

Idealisme, in Psychology we know about ideal self dan real self. Maka ISLC sangat mengenal ‘the ideal Indonesia’ serta analisis mengenai the real Indonesia sebagai catatan keprihatinan yang sangat dipahami bahwa hal tersebut hanya akan menjadi sebuah wacana ketika tidak ada tindakan nyata. Bahwa jika bukan kita generasi muda yang bergerak, siapa lagi? Idealisme untuk secara jelas mendikotomikan antar hitam dan putih, untuk merealisasikan perkataan Soekarno di atas, untuk bertindak dan bukan sekedar menjadi kaum parokis atau mereka yang selalu menempatkan diri di zona nyaman karena mau aman atau bahkan mereka yang sama sekali tidak sadar, tidak peduli akan Indonesianya. Idealisme yang berkata bahwa “Betapa inginnya kami agar bangsa ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri”

Ini adalah bicara mimpi. Mimpi bahwa Indonesiaku tanah surga tak hanya di dalam lagunya Koes Plus, bahwa Indonesia Raya tidak hanya bergema ketika peringatan Ulang Tahun RI setahun sekali, melainkan bergema di setiap jiwa bangsa Indonesia, bergema seiring rasa cinta yang semakin dalam terhadap tanah air, yang kemudian rasa cinta itu terinternalisasi dalam unconscious rakyat Indonesia menjadi sebuah faktor internal untuk berbuat demi Indonesia, untuk Indonesia, atas nama Indonesia. Dan mimpi kami, “Aku hanya membayangkan suatu saat, Aku jadi titik yang memandang besarnya negeri ini, di tangan para pemuda yang bermimpi besar. Lalu aku menjadi titik yang menatap kayanya bangsa ini, di genggaman pemuda yang kaya akan cintanya pada negeri. Dan aku jadi titik yang memandang kagum cerdasnya anak-anak pertiwi. Kami ingin menjadi titik kejayaan bangsa!” Dan kamilah yang punya passion itu, yang idealis itu, yang punya mimpi itu. 99+ untuk NKRI.

Indonesiaku Damai: Mengenali untuk Menjadi Cinta



Ban66a menjadi Indonesia marak kita lihat di berbagai jejaring sosial dan media memperingati Hari Ulang Tahun Indonesia Agustus lalu. Rangkaian huruf yang membentuk kata bangga tersebut diselipkan dua kali angka enam yang menunjukkan umur negara kita yang sudah begitu matang. Enam puluh enam tahun Indonesia merdeka sejak diproklamirkan oleh seluruh bangsa Indonesia yang diatasnamakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta. Usia yang  jika dimiliki oleh manusia maka ia telah menjalani kehidupannya cukup lama, mungkin ia telah mencapai kesuksesan membangun kehidupan di dunia, waktunya istirahat menunggu datangnya perjalanan menuju kehidupan selanjutnya. Namun tidak bagi Indonesia, negara kaya ini pun bahkan masih belum cukup umur untuk dikatakan mandiri. Indonesiaku, menangis di kala berbagai persoalan pelik membadai. Korupsi, penyuapan, kemiskinan, kriminalitas, kekerasan, konflik sosial dan banyak persoalan lain yang semakin bertumpuk dengan penyelesaian yang dangkal. Sekali lagi, kita mendengar istilah radikalisme, terorisme, konflik antar suku maupun agama menjadi headline di berbagai media baik cetak maupun elektronik. Peristiwa bom bunuh diri di sebuah gereja di kota Solo yang dikaitkan dengan kasus pengeboman sebelumnya. Suatu kenyataan yang membuat kita mendesah kasihan, “Indonesia malang sekali kamu, berperang dengan rakyatmu sendiri”. Istilah yang tepat ketika pada realita ditemui berbagai tindakan perusakan dilakukan di sana sini, pada infrastruktur maupun hukum dan kehidupan sosial.
Sebuah rintihan yang tak berarti jika hanya berakhir sebagai sebuah rintihan. Indonesiaku harus bangkit, harus selesai dengan permasalahannya, termasuk stabilitas nasional. Tak pantas negara yang besar mempunyai konflik internal yang tak kunjung selesai. Apalagi Indonesia mempunyai mantra mujarab Bhineka tunggal Ika, Walaupun berbeda tetapi tetap satu juga. Indonesiaku damai, mengenali kembali kearifan lokal, budaya dari leluhur yang mengajarkan hidup damai, guyub rukun dalam istilah Jawanya, budaya gotong royong, atau sebuah kata bijak “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Mengenali sejarah Indonesia, semangat bambu runcing yang tak berarti apa-apa tanpa adanya rasa kebersamaan, pengorbanan jiwa dan raga untuk mencapai sebuah kebebasan. Sedini mungkin pengenalan menjadi sebuah kewajiban untuk diberikan kepada setiap rakyat Indonesia melalui pendidikan dalam keluarga, masyarakat, maupun sejarah dan filsafat. Sejarah yang tak hanya rangkaian kronologis, filsafat yang tak hanya menghafal nama tokoh tetapi mempelajari setiap nilai, dipahami, diinternalisasikan dalam setiap aspek kehidupan. Sebagaimana penginternalisasian nilai samurai di kebudayaan Jepang. Dengan mengenali, cinta tanah air tak lagi sulit ditemukan pada setiap rakyat Indonesia. Rasa cinta yang akan membentuknya menjadi pribadi rela berkorban untuk Indonesia yang lebih baik. Untuk menciptakan Indonesia yang damai, untuk berani peduli terhadap bangsanya, untuk menjadi bangga dengan ke-Indonesiaannya, menjadi garda terdepan dalam menjaga stabilitas, perdamaian bangsa, untuk menjaga dan mencintai Indonesia sebagai sebuah anugerah luar biasa.
Dan Indonesia yang damai, Mengapa tidak? Aku kenal maka aku cinta, aku cinta maka akan aku jaga.

The Nightmare and Delussion

Dia datang lagi, dia dan dia. Mereka dengan mata merah dan wajah pucatnya, teriakannya yang menggema, entah darimana mereka datang. Dan, tempat apa ini? labirin dari lorong waktu yang berputar dengan kecepatan 300 m/s membawaku ke dalam sudut gelap. Terpojokkan, mereka menyerangku, meneriakiku, mengolokku, “Hei, kau tak akan sanggup membersamai mereka, kau terlalu bodoh, terlalu malas, terlalu banyak pertimbangan, kolot, lama, tolol, gegabah, ceroboh, tidak kritis sama sekali! Mereka akan segera bergerak cepat meninggalkanmu, dan kau? Haha, terduduk dengan muka pengen, gigit jari macam bocah pengen permen. Kau tak berguna, mendinglah segera pergi! Pergi selamanya dari dunia ini. Pergi ke lantai empat gedung ini, terjun! Itu akan lebih baik untukmu daripada kau hidup selalu saja menyusahkan orang lain!”

Tidaaaakkk!!!, huuh!. Teriakanku tak sanggup mengalahkan gelegar tawa mereka. Tiba-tiba dari sudut 45 derajat timur lautku muncul sesosok tubuh yang sangat aku kenal, berteriak, “Camping gimana ini Re, Gue ga mau tau ya, yang jelas itu event musti kelar tepat waktu!” Dengan wajahnya yang tampak jauh lebih beringas dari biasanya, mata itu menatapku tajam, teriakannya, membuatku ngilu. Takut, ya, aku takut melihatnya. Kemudian lenyap bersama hembusan angin kencang dari arah belakangku, suara itu, tawa gadis-gadis itu memekakkan telingaku. Kutengok ke belakang, mereka, gadis-gadis itu kenapa tampak begitu liar, rambut mereka acak-acakkan, tawanya tak ada sopan santun sama sekali, cekakakan seperti orang gila, mengahampiriku, hendak mencengkeram lenganku kemudian terbang lagi sebelum meraihku, aku tahu siapa mereka, tapi kenapa seperti ini, ada apa dengan orang-orang ini, seseorang yang sangat aku kenal di antara mereka kemudian berteriak dengan kencangnya “Hei anak manja, ini tutoring mau dibawa kemana? Lu jangan nyusahin kita yang ada di sini!” Teriakannya nyaris membuat gendang telingaku pecah, tawa mereka kembali menggelegar, tangan-tangan mereka seolah hendak meraihku, menarikku, mereka semakin mendekat, dan benar saja, mata gadis yang meneriakiku tadi berpapasan dengan mataku, pupilnya merah menyala penuh kemarahan, aku tercengang, tak tahu lagi apa yang terjadi, tiba-tiba ada gulungan asap hitam yang membuat mataku perih, kabur, mata itu sudah tidak ada, tapi gulungan asap ini membawaku kesana kemari, terseret arus, terpental dari satu sisi dinding ke sisi dinding yang lain, bak tornado dengan bau yang menyengat menyesakkan dada, perlahan pergi ke langit gelap itu, aku pun tersungkur. 

Kali ini datanglah rombongan orang-orang yang sangat aku kenal, dengan memicingkan mata akhirnya aku lihat teman sekelompokku, datang dengan penuh kemarahan, dan berteriak seolah sedang orasi, mendemo-ku “Hei Kau! Ingat proyek kita, bodoh kau! Ini tanggung jawab pada rakyat. Kau jangan jadi benalu buat kami!” Kemudian hilang begitu saja. Terbang melebur menjadi sebuah benda tipis warna putih kemudian jatuh di sekelilingku, satu persatu dengan coretan merah, bahasa yang tak aku mengerti, kemudian dari benda yang baru kusadari sebagai kertas itu muncul angka-angka dan alfabet, bergerombol, banyak, bak tawon keluar dari sarangnya, dengan kaki-kaki dan sayap menjijikkannya, mengejarku, menyerangku, berkata “Hei, jadikan kami bagian terbesar dalam hidupmu, Bodoh! Tugasmu hanya membersamai kami di setiap waktu tapi kau selalu sok hebat, sok sibuk. Sekarang nikmati sakitnya kemarahan kami!”. Kubayangkan bahwa nyawaku akan melayang detik itu juga bersama bisa beracun yang mengalir dari tanda sigma, o umlaud, SS yang mewakili standar deviasi, huruf A, B, C, Z dan kawan-kawannya tersebut, bayangan mengerikan itu membuatku lemas, tak tahan lagi. Tubuhku tertelungkup, tersungkur.

Sayup-sayup kubuka mata, kulihat mereka, orang-orang tak kukenal itu perlahan berjalan ke arahku, dengan pakaian putih-putih, wajah mereka pucat, seseorang menghampiriku, berbisik “Re, asrama butuh kedatanganmu, senyum ceriamu, obrolan manis kita”. Sayup-sayup suara itu begitu damai, mataku tak sanggup melihat dengan sempurna, kunang-kunang, sejenak alunan nada yang entah darimana bersama angin semilir menyentuh luka-luka di tangan, wajah dan kakiku, kemudian berlalu, sepi. Kubenamkan wajahku ke tanah, aku bingung. Dan sekali lagi, tangan lembut menyentuh bahuku, mendekat ke arah mukaku, aku tak mengenali wajah itu, mataku semakin tak bisa membedakan garis antara hidung, mata dan mulut, mataku tak bisa melihat, hanya seberkas cahaya putih yang terlihat, ia membisikiku “Nak, luangkan waktu sejenak untuk sekedar membalas pesan SMS dan mengangkat telepon itu, Ibu merindukanmu Nak, Ibu tidak bisa jauh darimu”. Setitik cairan dingin jatuh ke lenganku. Kemudian kurasakan tangannya memegang tanganku yang lemas, tangannya begitu lembut, namun dingin, dingin sekali. Tiba-tiba kurasakan tanah tempatku berdiri bergoncang, semakin kuat, membuat dinding-dinding di sekitarku runtuh. Wanita itu tetap memegang tanganku, aku merintih, mencoba bangkit, namun sia-sia. Perlahan tanah didepanku mulai retak, guncangan itu semakin kencang, semakin kurasakan hidupku benar-benar tinggal beberapa detik lagi. kurasakan tangan itu menggenggamku kuat, kemudian tertarik, tanah retak di depanku membuat kami terpisah, seperti magnet yang tertarik di kedua kutub yang berbeda, genggaman itu, bersama tanah yang semakin retak akhirnya lepas. Guncangan itu semakin kuat, dinding-dinding hampir semuanya telah runtuh, retakan tanah semakin melebar, sejengkal lagi retakan itu akan sampai di tubuhku, mencoba untuk lari tapi tak ada daya, akhirnya retakan itu kurasakan dari ujung badan atas sampai bawah, membuatku berada di tengah-tengah belahan tanah sebelah kiri dan kanan, tanah-tanah itu tak bisa lagi menopang tubuhku, di sebelah kananku, tanah itu semakin bergerak ke kanan, begitu pula tanah yang menopang tubuh bagian kiriku, semakin ke kiri, aku pun melayang, tak ada yang menopangku. Kulihat jurang di bawahku sebagai perjalanan yang amat lama, mengerikan, gelap, bebatuan di sana sini, api yang menyala-nyala. Dan akhirnya, gedebug!!! Tubuhku menabrak sebuah benda keras, membuatku meringis sakit. Hmm, ternyata ubin kamar. Kucoba untuk bangkit, ku ingat satu persatu. Nightmare! Panas rasanya hembusan napas ini, lemas rasanya tubuhku, sakit, bibirku perih dan kering, mataku sakit. Kuingat sedapatnya, kulihat tumpukan buku di meja itu dan kertas-kertas di ranjangku, tugas untuk dikumpulkan esok hari. Huh!!. Tubuhku semakin lemas, panas itu kini menjalar dari ujung kepala sampai ujung jari kaki. Aku pun tersungkur, kembali membentur ubin kamarku, COLLAPSE!!

Jumat, 30 September 2011

Aku Muda




Beri Aku seribu orang tua, niscaya akan aku cabut Semeru dari akarnya. Beri aku satu pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia (Ir Soekarno)
Bicara mengenai kebangkitan Indonesia, tak pernah lepas dengan topik mengenai kepemudaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno di atas, begitu berpengaruhnya pemuda terhadap dunia, mengguncang dunia berarti melakukan suatu perubahan bagi dunia, banyak dianut  dan mempunyai peran bagi dunia. Bagaimana pemuda di tempat tersebut, seperti itulah masyarakatnya, baik atau  buruk, pemuda cukup memberi pengaruh yang signifikan. Bagaimana jadinya jika suatu wilayah dihuni oleh para pemuda  pengangguran, pemabuk, pelaku tindakan kriminalitas? Maka lahirlah generasi perusak untuk seterusnya, kehidupan yang tidak pernah tenang serta masyarakat yang kacau dalam moral dan nilai.
Pemuda adalah aset masa depan yang abadi. Terdapat sifat-sifat khusus untuk  mendefinisikan apa itu pemuda. Sifat-sifat yang dengannya mereka mampu melakukan perbaikan bagi Indonesia,  yakni idealisme, pola pikir, intelektualitas, ide brilian, semangat, dan peran serta pemuda yang memberi pengaruh bagi lingkungan.
Dengan idealismenya, pemuda berperan sebagai kontrol sosial, reaktif terhadap kebijakan pemerintah mengenai kehidupan rakyat. Akan segera berbicara ketika suatu kebijakan menjauhkan rakyat dari keadilan, memperjuangkan hak rakyat meski mereka tak mendapat insentif sedikitpun dari apa yang mereka lakukan. Pola pikirnya yang kritis dan heuristik menbuat mereka tanggap untuk segera bertindak jika ada hal-hal yang dianggap bisa merugikan rakyat. Sebuah syair perjuangan pemuda “Bunda Relakan darah juang kami, untuk membebaskan rakyat”,  orientasi pemuda yang berpihak kepada rakyat memberikan rasa lega bahwa kepemimpinan otoritarian tak akan pernah bertahan lama, sebagaimana tumbangnya rezim Soeharto oleh Soe Hoe Gie dkk. Pemuda bisa berpikir sistematik dan global, melihat semuanya lebih dekat, dengan berbagai sudut pandang sehingga setiap yang menjadi keputusannya objektif  dan memberi kebermanfaatan bagi banyak orang.
Pemuda berperan sebagai garda terdepan dalam perbaikan sistem, dengan moral dan intelektualitas, mereka melakukan tindakan nyata guna membentuk peradaban yang teratur. Menjunjung tata krama, menghindari setiap tindakan perusakan . Menjadi percontohan dalam kehidupan masyarakat, bahwa inilah citra pemuda berintelektual. Mau memahami sejarah, banyak pemuda yang terinspirasi untuk memperbaiki negeri karena mereka paham akan sejarah negerinya, paham akan keberadaannya, paham akan tujuan penciptaannya sehingga setiap detik waktu yang dimilikinya bukan sekedar untuk disia-siakan.
 Mengawal kebijakan pihak otoritas mereka lakukan tanpa meninggalkan aksi nyata bagi rakyat yang mereka perjuangkan. Aksi kontributif dan kepedulian yang berawal dari ide brilian serta semangat menebar kebaikan. Pemuda bukanlah menara gading yang jauh dari masyarakat, mereka dekat dengan kontribusi nyatanya, suatu langkah kecil menebar manfaat. Katakanlah Asgar Muda yang dimotori peran pemuda Garut, Goris Mustaqim, atau koperasi kasih Bunda hasil perjuangan dari Leonardo Kamilius.
Pemuda adalah calon pemimpin masa depan. Tokoh perbaikan sistem negara dan pelaku perbaikan kehidupan dalam masyarakat. Peran pemuda tak akan pernah usai, peran pemuda tak akan pernah dianggap basi, sekarang ataupun nanti ketika mereka telah beranjak menuju masa dimana peran aktifnya benar-benar dituntut.

Jumat, 15 Juli 2011

Sebuah catatan di hari Jumat di Pertengahan bulan Juli



Masih dengan semilir angin dari danau dan hutan-hutan di depanku. Berada di bawah agungnya rektorat dengan pemandangan megah perpustakaan pusat baru di sana yang berdampingan dengan sebuah mesjid dimana manusia menghadap Tuannya, bersimpuh melepas lelah dan keluhan kepada Zat yang menciptakannya. 

Masih di sebah sore yang selama beberapa minggu terakhir ini selalu aku agendakan untuk sebuah kegiatan rutin menghadapi sebuah perhelatan besar. Sebuah kegiatan yang aku dipercayakan untuk bertanggungjawab atas semua yang terjadi dan mengkondisikan agar sesuai dengan apa yang aku kehendaki. Latihan teater, sebuah pementasan seni untuk acara akhir bulan ini di kota Gudeg, Yogyakarta. Acara yang akan mempertemukanku dengan saudara se-tanah air yang dengan kuasa Allah kami dipertemukan dalam suatu naungan yang sama. Dalam suatu naungan yang begitu indah dan insya Allah berkah, dalam suatu naungan yang menurutku seharusnya kami mau mengorbankan segala hal untuknya.

Masih dengan kilauan air danau yang diterpa mentari sore dan orang-orang yang telah bebas dari pekerjaannya hari ini, berjalan pulang atau sekedar menikmati udara sore UI yang sejuk, aku duduk disini. tak seperti biasa, aku masih sendiri padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, waktu dimana seharusnya latihan sudah dimulai. kemana mereka??

Hmm, fluktuasi, amplitudo, gelombang, entah dengan kata-kata apa lagi aku harus menyebutnya. Perbedaan pendapat, perbedaan suasana hati, perbedaan prioritas. Terkadang aku berpikir, andai dengan mudahnya bisa merubah suasana hati orang lain, menyamakan dengan suasana hati yang kita inginkan. untuk mencapai apa yang menjadi tujuan bersama, untuk berjuang bersama, untuk terus berkomitmen pada apa yang mengikat kita. Untuk menempatkan loyalitas sebagai the primary values. 

Masih dengan suara derap langkah orang-orang yang hendak menemui keluarganya di rumah setelah seharian mengabdi sesuai bidangnya serta suara sirine kereta dari stasiun di sana, aku masih berharap semoga memang benar bahwa bukan tanpa hikmah Allah berkehendak seperti ini, bahwa memang benar bahwa Allah bisa saja dengan sangat mudah mematikan mereka yang hidup, menghidupkan mereka yang mati, menumpahkan air laut, manggoncangkan dunia, membuat segala hal yang tidak mungkin menjadi sangat mungkin.

Salahkah jika dari awal aku menempatkan diri dalam suatu kepedulian yang tinggi terhadap kegiatan ini yang sayangnya  membuat yang lain merasa tertinggal jauh dan tidak sefrekuensi denganku?
Salahkah jika aku memilih untuk selalu memprioritaskan hal ini dan berharap yang lain pun melakukan hal yang sama? Yang kemudian jika aku ingin menginternalisasikan nilaiku, masih ada juga yang tidak berusaha memahaminya…

Padahal jika mau menengok dalam hatiku, aku capek, jika tak ada satu kata bahwa Allah telah sangat baik menakdirkanku berada di jalan ini, dimana aku harus melakukan yang terbaik sebagai wujud rasa syukurku, maka mungkin aku akan sangat acuh dan tak peduli.

Allah Ya Rabbi, bimbinglah kami istiqomah di jalan ini
Jika memang ini caraMu mempersatukan kami, maka jagalah kami agar tak pernah melalaikanmu,
bahwa dengan memberi yang terbaik dalam hal ini, itu juga merupakan suatu cara untuk memperoleh keridhoanMu, bimbinglah kami agar senantiasa berharap dan bertawakkal padaMu

Kamis, 14 Juli 2011

Untaian Rindu buat yang Disana


Kalender berubah rangkaian huruf setiap bergantinya malam ke siang, mulai Senin, Selasa, rabu, hingga ke Senin lagi.
Menghitung mulai dari Juli, Agustus, September hingga tak terasa siklus duabelas bulanan itu akan berputar menuju bulan yang sama dengan pertambahan besaran angka di digit terakhir tahunnya.

Hmm, hampir satu tahun aku menjalani kehidupan ini Ibu. Jauh darimu, berjuang di tanah rantau, meninggalkan masa-masa labil anak SMA, bersiap menghadapi dunia nyata, masyarakat, peradaban.
haha, Dan hari itu kini benar-benar aku jalani Ibu

Semua yang engkau ceritakan, engkau berpesan untuk begini dan begini, untuk tidak begitu serta lebih baik seperti itu. Tentang sebuah ilmu kehidupan, tentang sebuah masa dimana engkau katakan dari awal bahwa aku akan mengalaminya, tentang sebuah nasihat, yang mungkin terlahir dari harapan atau kekhawatiranmu terhadapku dalam menghadapinya.

Tentang sebuah bekal kehidupan.

Satu tahun lalu aku masih bisa mengeluhkan masalahku kepadamu, bersandar di pangkuanmu, bermanja-manja denganmu, memintamu menyisir dan mengikat rambutku, sesekali meminta suapanmu dalam makan malamku, berdiskusi tentang pilihan ini dan itu. 

Kini aku merasakan itu Ibu, jauh denganmu, bercengkerama pun jarang, bertatap muka hanya di paruh dan akhir tahun. Kabel maya komunikasi dua arah itu memaksaku hanya mendengarmu, yang justru semakin membuatku tak kuasa menahan rasa ingin bertemu denganmu.
Ibu,kini aku merasakan apa yang dinamakan perjuangan, ketekunan, berbagi, bersikap ramah, dan sungguh-sungguh. Aku mengalaminya Ibu. Yang dengan jatuh bangun selalu aku coba untuk menitinya satu persatu, hingga kemudian aku berharap itu akan menjadi amalan yang memudahkanku meraih mimpiku. 

Dan aku disini seorang diri Ibu, tak ada yang menguatkanku sebagaimana kau dulu selalu menopangku. Tak ada yang melapangkan dadaku sebagaimana engkau melakukannya, membangunkanku ketika jatuh dalam melangkah, menuntunku, membesarkan hatiku. Aku terjatuh Ibu, terseok, sempat terpuruk,dan tak hanya sekali.
Ketika dulu selalu kau ucap bahwa tak selamanya kau akan menemaniku. Tiap kali kuingat bahwa dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. tentang nasihat yang setiap saat kau ucap bahwa menebar kebaikan dimanapun aku berada merupakan keharusan bagiku. Tentang harapanmu, doa untukku yang aku yakin selalu engkau panjatkan pada-Nya di setiap nafas yang kau hembus. Kata sayang dan bangga yang senantiasa kau ucap untuk membesarkan hatiku. 

Dan sekarang hampir satu tahun, hampir tiga ratus enam puluh lima hari aku terpisah jarak denganmu. Banyak kutemui pelajaran berharga itu Ibu. Saat dimana aku harus mandiri, harus pandai mengatur waktu, harus bisa berbagi, harus memahami, harus lebih ramah lagi. Saat dimana ada orang yang mengatakanku sombong, keras kepala, sok suci, bodoh. Saat dimana ada yang memujiku cerdas, ramah. Saat tak bisa aku membedakan mana hitam dan mana putih. Ketika aku mencoba untuk memberi apa yang disebut pengorbanan, ketika aku harus dikecewakan, ketika banyak orang yang begitu baik dan begitu menginspirasi, saat dimana aku dibantu untuk membangun dan mewujudkan mimpiku. Saat dimana aku bingung dengan fenomena yang ada, kepalsuan dan kesemuan, kebohongan. Dimana aku harus belajar bagaimana membawa diri, mewarnai bukan terwarnai. Di saat aku akhirnya menemukan jalanku, jalan hidupku di sini. Saat aku semakin nyata menapaki hari dengan sesuatu yang selalu aku coba memberi manfaat.

Aku ingin menceritakan semuanya padamu Ibu, di saat aku beristirahat sejenak di pangkuanmu, dengan belaian manja jemarimu di kepalaku, dengan desir angin yang lembut. Di malam syahdu yang menunjukkan keromantisannya, aku ingin ceritakan itu semua pedamu Ibu. Kemudian ingin kudengar bait-bait nasihat dan pesanmu untuk bekalku berjuang lebih gigih lagi. Aku ingin melepas kepenatan-kepenatan yang membelenggu, mengisi ulang energy kehidupanku, mempersiapkan amunisi untuk kembali berperang, berjuang. Aku ingin ceritakan semua padamu Ibu, yang mungkin bisa membuatmu tersenyum bangga, tersenyum geli ataupun menangis terharu sesuai dengan suasana hatiku. Aku ingin berbagi denganmu Ibu. Meminta bekal untuk mewujudkan mimpiku dan harapanmu.

TKI Riwayatmu Kini


Renita Putri Maharani/ Mahasiswi Fakultas Psikologi UI
Penerima Beastudi Etos Jakarta

Terhitung sejak tanggal 18 Juni 2011 lalu, berbagai media gencar memberitakan eksekusi mati Tenaga Kerja Indonesia asal Kampung Ceger RT 003/01, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang dijatuhi hukuman pancung di Arab Saudi atas kasus pembunuhan terhadap majikannya Khairiyah Binti Hamid Mijlid. Berbagai opini dan sanggahan pun muncul menimbulkan arah pemberitaan yang beraneka ragam, mulai dari pemerintah yang kecolongan karena mendapat kabar pasca eksekusi, perlindungan terhadap TKI yang kurang optimal, tuntutan DPR kepada menteri Luar Negeri untuk mundur karena dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah diplomasi terkait TKI, banyaknya kecaman terhadap Arab Saudi dan lain sebagainya.

Tercatat tiga TKI yang telah dieksekusi mati atas kasus hukum yang menjeratnya. Dua orang dieksekusi di Arab Saudi, satu yang lain dieksekusi di Mesir (Republika, 22 Juni 2011). Saat ini masih terdapat 216 TKI yang masih berkutat dengan persidangan demi persidangan tersebar di Arab Saudi, Malaysia, beberapa di Singapura dan Suriah atas kasus pembunuhan dan narkoba. Duapuluh empat dari duapuluh delapan TKI bermasalah di Arab Saudi terlibat kasus pembunuhan yang sewaktu-waktu nasibnya bisa saja sama dengan Ruyati.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa TKI sampai melakukan tindakan pembunuhan? Terdapat jawaban karena mereka membela diri atau tidak sanggup menghadapi siksaan demi siksaan yang dialami oleh majikannya. Mengapa majikan sampai menganiaya? Hal inilah yang mempunyai berbagai alternatif jawaban. Mulai dari standar kinerja yang mereka tetapkan terlalu tinggi bagi TKI, banyak TKI yang hanya bermodal bahasa Inggris apa adanya dan skill yang kurang memadai, jaminan perlindungan hukum yang tidak jelas baik itu dari negara pengirim maupun negara tujuan, atau perusahaan pendistribusian TKI yang seolah-olah lepas tanggung jawab atas TKI yang dikirimnya.

Secara berulang, TKI seolah-olah selalu menjadi kaum yang jauh dari perlindungan hukum sehingga mudah saja untuk diperlakukan semena-mena. Sebagai Pembantu Rumah Tangga disiksa sebagaimana majikan menghendakinya, sebagai buruh dipaksa bekerja tanpa upah yang memadai. Jika melihat perjuangan mereka yang rela jauh dari keluarga serta perannya dalam menyumbangkan devisa atau pendapatan negara di tiap tahunnya, yang mencapai US$ 7,1 miliar atau sekitar Rp 61 triliun di tahun 2010, TKI seharusnya mendapat perlindungan yang memadai. Memoratorium atau penghentian sementara pengiriman TKI sampai adanya teken kesepakatan atau MoU terkait dengan jaminan perlindungan TKI merupakan langkah yang saat ini tepat untuk dilakukan oleh pejabat diplomasi Indonesia disertai dengan peningkatan standar kualitas TKI oleh menakertrans, BNP2TKI serta perusahaan pengiriman TKI.

Pesan Untuk Kalian Semua




Buat yang tercinta teman-temanku aksel SMANSA SKH angkatan 5, Sang Pengejar Matahariku dan Sobat baruku, Pelangi Jakarta, kalian harus denger ceritaku hari ini (maksa ya?? Enggak kaann? hehe)

Sang Pengejar Matahari-ku (Pelangi Jakarta baca dulu aja yaa n stay cool ^_^), aku kangeenn banget sama kalian, jika diingat lagi, tiap detik dengan kalian bertujuhbelas membuat perasaan bercampur menjadi satu. Kadang senang, bosan, sedih, ajaib kan kita??.

Dan sekarang, kalau diibaratkan busur panah, awalnya kita ditarik menuju satu titik pangkal kemudian dari titik pangkal itu kita melesat ke segala arah. Arahku dan arah tiap-tiap kalian yang berbeda, ke penjuru mata angin akhirnya kita berpisah (untuk sesaat).

Mengenai kesepakatan itu, jika tak mau dibilang janji, bahwa kelak kita akan dipertemukan di masa kita berada di puncak kesuksesan. Semoga bisa segera terwujud yaa.. Dengan cita-cita masing-masing kita, yang memberi manfaat bagi sesama, sukses lahir dan batin yang ga cuma sukses materi aja tentunya.. Itulah tujuan bersama kita, yang semakin memperjelas bahwa kita tidak pernah berpisah. Mengutip pernyataan teman. awal bertemunya kita bukanlah kebetulan melainkan ada maksud dan kehendak baik dari Allah sehingga membuat kita bertemu, pasti ada yang spesial. Sudah menemukan? Jika belum, yuk cari apa yang spesial dari pertemuan kita itu ;-)
Ya, pertemuan kita, jika kata salah seorang teman, masing-masing kita membawa seuntai benang, warna-warni, ada yang merah, hijau, ungu, cokelat, kuning, warna kita saat itu. Kemudian kita mulai merajut, dan perpisahan ini, kalian yang di Surabaya, Semarang, Jogja, Solo, Jakarta, merupakan sebuah fase merajut kita, inilah fase dimana rajutan kita akan mulai menampakkan keindahannya, banyaknya motif baru, karena pengalaman yang bertambah, wawasan yang semakin luas, karena semakin tahunya kita akan nikmat Tuhan. Dan rajutan benang kita, yang kita awali bersama akan nampak pada hari itu, dimana kita akan bertemu nanti, apakah indah atau ada cacat.

Kemudian teringat akan kapsul waktu itu, bahkan sampai sekarang deg-degan sekali aku jika teringat rencana kita untuk membukanya. Semoga Allah masih memberi waktu bagi kita sampai hari itu. Meski lupa apa yang aku tuliskan, dan mungkin demikian halnya dengan kalian, aku yakin pasti ada hal spesial, ada doa spesial yang kalian goreskan di lembaran kertas itu. Terlebih jika mengingat proses kita membuatnya, siang itu, di rumah bernuansa Joglo Jawa itu (rumah siapa ya??) dengan seragam kotak-kotak putih itu dan dengan semua dokumentasi kala itu. ah, membuat butiran air mata saja hal itu, sungguh aku merindukannya.

Sang pengejar matahari, aku yakin kalian tak akan pernah bosan memandang album kita selama dua tahun bersama, berdelapanbelas dalam incubator akselerasi yang semoga membuat kita banyak belajar, banyak merefleksi diri, apa kekurangan yang seharusnya kita perbaiki dan apa kelebihan yang harus kita tingkatkan. Berdelapanbelas dengan berbagai rasa di dalamnya, bahkan mungkin nano-nano pun tak cukup merepresentasikan kita. Ga cukup manis, asam, asin aja kan. Seorang guru disini berkata, dalam menerima orang lain kita harus menerimanya satu paket, dengan baiknya, buruknya, kelebihan dan kekurangannya. Dan Kita bisa menerima masing-masing kita dengan berbegai komponen penyusunnya bukan? Di satu hari itu, buka-bukaan rahasia antara kita (atau kalian ya tepatnya? Hehe)

Satu ceritaku hari ini, aku merasa Allah begitu sayang padaku. Di saat harus berpisah sementara dengan kalian, yang untuk bertemu muka pun mungkin hanya bisa setiap semester sekali dan itupun tidak semua dari kalian. Allah sengaja membuatku untuk tak pernah bisa sedetikpun melupakan kalian. Aku perkenalkan bahwa aku punya sahabat-sahabat yang jika aku melihat mereka seolah aku berada di antara kalian. Di sini aku punya Pelangi Jakarta. Bukan membandingkan, hanya ingin memperkenalkan, hanya ingin bercerita, bukan juga memayakan keberadaan teman-teman yang sekarang bersamaku, bukan menyemukan mana Sang Pengejar Matahari serta mana Pelangi Jakarta, karena bagaimanapun kalian berbeda ruang saat ini, berpisah jarak dan memang Sang Pengejar Matahari bukanlah Pelangi Jakarta ataupun sebaliknya(ribet yach??).

Pelangi Jakartaku yang luar biasa, catatan menjelang satu tahun bersama (meski nama pun baru tercetus beberapa hari lalu) telah mengisi ruang terdalamku dengan apa yang dinamakan keikhlasan, tanggung jawab, idealisme, persaudaraan, kasih sayang yang penuh dengan dinamika. Kita datang dengan warna kita masing-masing, dari budaya, bahasa, karakter masing-masing, kini berada bersama dalam satu naungan bersama. Meski awalnya kita dipaksa untuk bersama tapi kita sendiri jugalah yang memilih untuk bersama, ya kan?(kalau bingung bisa ditanyakan kok ^_^). Aku perkenalkan pada kalian tentang Sang Pengejar Matahariku, yang jika bersama kalian, kenapa yaa, piringan hitam di otakku berputar, terbesit momen-momen di ratusan hari yang lalu yang serupa dengan apa yang aku rasakan saat duduk dan berbincang dengan kalian.

Pelangi Jakartaku yang hebat, yah tidak masalah kan jika kalian tahu tentang sedikit celah di masa laluku, sedikit tahu tentang kenangan terindah di hari kemarinku, tentang orang-orang hebat yang menemaniku di hari-hari yang lalu?
Karena aku percaya akan ketulusan hati kalian, akan prasangka baik yang selalu kalian coba untuk tanamkan dalam diri kalian, sehingga aku memutuskan merangkai kalimat demi kalimat di sela waktuku ini, untuk berbagi, untuk semakin memperkuat usahaku bahwa memang benar, aku hanya ingin bisa dekat dengan kalian, aku ingin mempunyai teman, aku ingin keberadaanku memberi warna yang bisa memperindah hari-hari kalian.
Terimakasih atas kesempatan yang kalian beri untukku menjadi bagian dari fase kehidupan kalian. Fase perjuangan dalam meraih mimpi yang kalian gantungkan. Terimakasih telah membuatku banyak belajar, tentang kehidupan, tentang cita-cita, tentang usaha, tentang optimisme, tentang berbagi, tentang empati, tentang saling memahami, tentang bagaimana menurunkan ego, tentang tanggungjawab yang harus dipikul bersama, tentang instrospeksi diri, tentang merendahkan hati, tentang sesuatu yang baru aku kenal maknanya akhir-akhir ini, tentang ukhuwah.
Dan semoga Allah masih berkenan memberikan kesempatan bagiku untuk banyak belajar dari apa yang ada di sekitarku, dari kalian di esok, lusa dan seterusnya. Untuk menyambut hari dimana aku akan bertemu dengan Sang Pengejar Matahariku dan memperkenalkannya secara langsung dengan kalian. Bersama mewujudkan tujuan memberi manfaat bagi semesta.

Sungguh ini bukan ungkapan kegalauan sesaat, bukan omong kosong yang tak bermakna, bukan hasil dari kegundahan hati, semoga bukan suatu ungkapan yang sia-sia, dan tentunya bukan secara kebetulan aku menulis ini. Tapi inilah hasil dari proses belajar, sebuah pemikiran, dari pengalaman dan pemvisualisasian dari apa yang dinamakan rasa. Aku mempunyai sesuatu berharga dalam hidupku, Sang Pengejar Matahari-ku dan Pelangi Jakarta-ku. Yang membuatku tak punya alasan untuk tidak bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya.

Pelangi Jakarta dan Sang pengejar Matahari, Aku adalah aku yang dengan caraku sendiri ingin menjadi lebih baik (sering sekali aku mengucapkannya). Mohon maaf atas setiap detik yang berlalu dengan penuh kesalahan yang aku perbuat, mohon bimbing dengan kritik dan teladan yang baik. Semoga Allah menjaga persaudaraan kita dan mempertemukan kelak di tempat terindah-Nya.