Jumat, 15 Juli 2011

Sebuah catatan di hari Jumat di Pertengahan bulan Juli



Masih dengan semilir angin dari danau dan hutan-hutan di depanku. Berada di bawah agungnya rektorat dengan pemandangan megah perpustakaan pusat baru di sana yang berdampingan dengan sebuah mesjid dimana manusia menghadap Tuannya, bersimpuh melepas lelah dan keluhan kepada Zat yang menciptakannya. 

Masih di sebah sore yang selama beberapa minggu terakhir ini selalu aku agendakan untuk sebuah kegiatan rutin menghadapi sebuah perhelatan besar. Sebuah kegiatan yang aku dipercayakan untuk bertanggungjawab atas semua yang terjadi dan mengkondisikan agar sesuai dengan apa yang aku kehendaki. Latihan teater, sebuah pementasan seni untuk acara akhir bulan ini di kota Gudeg, Yogyakarta. Acara yang akan mempertemukanku dengan saudara se-tanah air yang dengan kuasa Allah kami dipertemukan dalam suatu naungan yang sama. Dalam suatu naungan yang begitu indah dan insya Allah berkah, dalam suatu naungan yang menurutku seharusnya kami mau mengorbankan segala hal untuknya.

Masih dengan kilauan air danau yang diterpa mentari sore dan orang-orang yang telah bebas dari pekerjaannya hari ini, berjalan pulang atau sekedar menikmati udara sore UI yang sejuk, aku duduk disini. tak seperti biasa, aku masih sendiri padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, waktu dimana seharusnya latihan sudah dimulai. kemana mereka??

Hmm, fluktuasi, amplitudo, gelombang, entah dengan kata-kata apa lagi aku harus menyebutnya. Perbedaan pendapat, perbedaan suasana hati, perbedaan prioritas. Terkadang aku berpikir, andai dengan mudahnya bisa merubah suasana hati orang lain, menyamakan dengan suasana hati yang kita inginkan. untuk mencapai apa yang menjadi tujuan bersama, untuk berjuang bersama, untuk terus berkomitmen pada apa yang mengikat kita. Untuk menempatkan loyalitas sebagai the primary values. 

Masih dengan suara derap langkah orang-orang yang hendak menemui keluarganya di rumah setelah seharian mengabdi sesuai bidangnya serta suara sirine kereta dari stasiun di sana, aku masih berharap semoga memang benar bahwa bukan tanpa hikmah Allah berkehendak seperti ini, bahwa memang benar bahwa Allah bisa saja dengan sangat mudah mematikan mereka yang hidup, menghidupkan mereka yang mati, menumpahkan air laut, manggoncangkan dunia, membuat segala hal yang tidak mungkin menjadi sangat mungkin.

Salahkah jika dari awal aku menempatkan diri dalam suatu kepedulian yang tinggi terhadap kegiatan ini yang sayangnya  membuat yang lain merasa tertinggal jauh dan tidak sefrekuensi denganku?
Salahkah jika aku memilih untuk selalu memprioritaskan hal ini dan berharap yang lain pun melakukan hal yang sama? Yang kemudian jika aku ingin menginternalisasikan nilaiku, masih ada juga yang tidak berusaha memahaminya…

Padahal jika mau menengok dalam hatiku, aku capek, jika tak ada satu kata bahwa Allah telah sangat baik menakdirkanku berada di jalan ini, dimana aku harus melakukan yang terbaik sebagai wujud rasa syukurku, maka mungkin aku akan sangat acuh dan tak peduli.

Allah Ya Rabbi, bimbinglah kami istiqomah di jalan ini
Jika memang ini caraMu mempersatukan kami, maka jagalah kami agar tak pernah melalaikanmu,
bahwa dengan memberi yang terbaik dalam hal ini, itu juga merupakan suatu cara untuk memperoleh keridhoanMu, bimbinglah kami agar senantiasa berharap dan bertawakkal padaMu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar