Senin, 28 Januari 2013

Freedom

Bebas
Beriring panorama fajar
di ufuk kaku beku sejuk
Bebas
Menyepak seruak pasir
Meninju hembusan sepoi buritan bayu
Memanja sapuan sepasang bintang kejora hidup
Bebas,
Pilihan untuk terus mengayun
atau tinggal,
dan napas tersengal
dan berhenti
Bebas
Pada akhirnya bisik-bisik nurani
Seruan-seruan gejolak rasa
Euforia dan penyesalan
Penat dan lelah
Pada akhirnya
Lebur, lenyap
Pada akhirnya tunduk, rapuh dan bersimpuh
Masih beriring hangatnya mentari
Kaku beku sejuk
Bersama, menyatu alam
Berucap syukur, melarung kalbu
Melarung dalam kebebasan
Dalam kedamaian
Dalam sebuah makna
Indah, anugerah, kuasa
Dalam sebuah frasa
Bangga, cinta, yakin
Dalam sebuah ketenangan
Damai bersama angin
Hangat bersama pagi
Lepas
Bebas

-Bromo January 17th, 2013 06.00 WIB

Minggu, 06 Januari 2013

“Jutek, Kaku, Dingin”



Jutek, kaku, dingin. I guess that’s the opinion ketika pertama kali orang-orang kenal sama saya. Nggak nyalahin mereka, nggak nyalahin saya juga, nggak nyalahin siapa-siapa sih tapi ya emang begitulah yang terjadi, hoho. Well, memang pada kenyataannya pun saya paling tidak bisa ber”romantis-romantisan” sama temen-temen di sekitar saya (cewek lah ya), bentar-bentar curhat, heboh sendiri kalo ketemu, atau dengan saksama dengerin curhatan orang yang bagi saya (sorry to say: Agak lebay dan nggak penting), hehe (itu saya kalo lagi jutek, kaku dan dingin). Implikasi(buruk)nya, saya merasa selalu bisa INDEPENDEN (behasa keren dari: kemana-mana sendirian karena nggak ada temen :P), menjadi DOMINAN (bahasa keren dari: pengen diakui dan dapet perhatian :D) atau selalu WASPADA (kata lain dari: susah percaya sama orang lain J) dan mungkin PERFEKSIONIS (a.k.a membatasi orang lain yang ingin singgah menjadi teman saya, hehehe). Bukan bermaksud membuka aib sendiri sebagaimana hadist “Janganlah kamu membuka aibmu ketika Allah telah menutupinya” (gimana ya redaksional yang tepat?). Karena ini bukan aib. Sekedar sharing mengenai positif negatif dari “Jutek, kaku dan dingin” sekaligus penyikapan appreciative inquiry-nya aja sih J. Biar yang ngerasa sama kayak saya nggak galau melulu. Misal nih si Ms. R (baca: Riri :P)
Nah, poin pertama: Sikap jutek, kaku dan dingin bisa berasal dari pola asuh orang tua di masa kecil yang membiasakan kita untuk tegas, taat aturan dan nggak manja (ini asumsi ya, bukan teori, based on true story, hehe). Jadi awal pembentukan di masa kecil kita (kita=yang merasa sama kayak saya :P) udah keren, Bro! Tegas, taat. Hehehe
Poin kedua, Biasanya orang macam ini bisa taktis bertindak, tanpa pretensi, independen. Jadi nggak mudah dipengaruhi dan dapat objektif (sekali lagi ini asumsi  bukan teori :P)
Poin ketiga, Walaupun jutek, kaku dan dingin, saya setia kok #eh :D dan bersedia mengorbankan apapun untuk sesuatu yang sudah dicintainya. (Kesulitannya memang sih susah menentukan apa yang akan dicintainya)
Poin keempat, kalo saya sih dominannya, dominan solutif yaa #ups hehe (bukan ujub kok, hanya mencoba berpikir positif sama diri sendiri aja J) meski kadang keras kepala, tapi saya asyik kok diajak diskusi (*promosibanget -_-)
Poin kelima, ada dua tipe pertemanan (Kata dosen Psi. Abnormal saya). Sedikit teman namun sangat akrab atau buanyaaak kenal orang tapi sebatas kenal (nggak ada yang lebih unggul antara satu dan yang lainnya kok, Sob). Dan saya adalah tipe yang kedua.
Poin keenam, Cewek yang punya kecenderungan jutek, kaku, dingin (plus keras kepala :P) macam saya ini kalo saya amati cenderung agak maskulin, hehe. Dan saya bangga! Bangga aja kalo ada yang bilang saya beda dengan “Ukhti-ukhti” yang lain. It sounds so special aja, haha #PD
Poin ketujuh, Kita memang tidak dapat menyenangkan semua pihak, saya yakin banyak yang nggak suka dengan ke-jutek-an, ke-kaku-an, ke-dingin-an saya, tapi saya juga yakin kalo ada banyak orang pula yang suka dengan style saya ini, hehehe
Poin terakhir, Well bagi saya ini adalah karakter saya. Selama tidak melanggar kebenaran yang berlaku umum saya pikir nggak masalah. Pelajarannya sih memang nggak boleh membunuh hati-hati yang ingin singgah di teras hati kita dengan ke-jutek-an, ke-kaku-an, ke-dingin-an kita.  Karena bagaimanapun ukhuwah dan berjamaah itu penting ^_^ #edisibijak 
Oke Masbro, Mbaksist, demikian pandangan saya mengenai “Jutek, kaku dan dingin”. Bisa jadi ini adalah defense mechanism, atau salah satu cara meningkatkan self esteem. Tapi sebenarnya ada yang lebih penting dari itu. Ini adalah resolusi 2013 saya! #bukakartu :P. Semacam berbagi saja, menorehkan tinta mengenai “the uniqueness of people”, semacam sharing aja, bahwa kita tetep bisa “be ourselves” tapi bukan lantas menjadi pembenaran atas apapun sikap kita. Karena “be ourselves” harus tetap menjunjung kebenaran yang berlaku umum. Misal: jujur, ramah apa adanya, saling menghormati dan menghargai, peduli, empati de el el. 
Finally, ada banyak macam karakter manusia di dunia ini, dan kebebasan (yang bertanggung jawab) dalam memilih teman masih terbuka lebar. Asal ingat satu hal, terima teman anda dalam satu paket! Kelebihan juga kekurangannya!
Selamat menjalin pertemanan yang indah J

January 5th, 2013
17:49

Saya mahasiswa biasa, dan saya pikir aksi tolak penggusuran itu solutif



“Ma, hari ini kita makan pake lauk apa? Sejak nggak jualan kok kita nggak makan pake lauk lagi sih Ma?” Ujar anak dai seorang pedagang yang kiosnya di area stasiun Depok Baru bulan Desember 2012 lalu telah rata dengan tanah akibat operasi penggusuran yang dilakukan oleh PT. KAI (Perseroan Terbatas Kereta Api Indonesia).
Setelah sebelumnya Bogor, Cilebut Citayam, Depok, kemudian Lenteng Agung- berlanjut ke Stasiun UI dan Stasiun Pocin yang alhamdulillah masih mampu ditunda hingga hari ini.
Berbagai kabar dan pemberitaan pun beredar. Semua berpendapat. Mulai dari
a.    Motif penggusuran ini adalah untuk penertiban, perluasan peron demi kenyamanan pengguna kereta. Keberadaan pedagang mengganggu kenyamana pengguna kereta. Dikritisi dengan banyaknya opini. “Pengguna kereta yang mana yang dimaksud? Saya pengguna KRL dan saya tidak terganggu dengan adanya pedagang di peron”
b.    Motif rahasia PT KAI menurut akun twitter @juniusibrani “PT KAI mikir siapa konsumen kios yang potensial untuk menyewa dengan harga sewa tinggi, jangka panjang dan kontinyu: WARALABA, itu targetnya”. Ini menurut akun yang bio-nya “Ernesto de la Serna_ Bila hatimu bergetar marah melihat setip ketidakadilan, maka kau adalah saudaraku”  
c.      Berikutnya, mengenai surat Komnas HAM bulan Desember lalu, pemanggilan Dirut PT KAI Mr. Ignasius Jonan ke Komnas HAM yang hanya diwakili oleh Kadaop 1 Jakarta dan Surat Keputusan dari Komnas HAM tertanggal 3 Januari 2013 yang mengemukakan bahwa operasi penggusuran telah melanggar HAM dan operasi penggusuran diminta untuk dihentikan sampai adanya dialog  yang komprehensif antara PT. KAI dan pedagang.
d.    Pengerahan TNI dalam operasi penggusuran yang melanggar ketentuan tugas TNI. http://m.sindonews.com/read/2013/01/04/31/703779/gusur-pedagang-pakai-tni-pt-kai-langgar-hukum
e.    Serta berbagai opini mulai dari yang memihak pedagang dan mahasiswa sampai yang punya opini “menyalahkan mahasiswa” berikut ini linknya
      http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/01/04/6/168090/Lagi-Mahasiswa-Tolak-Penggusuran-Kios-di-Stasiun-Pondok-Cina#.UObVeFf5Rzg.twitter
      http://chirpstory.com/li/44162
      http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/01/03/mg15w8-mahasiswa-tolak-penggusuran-pedagang-stasiun

            Well, bagi saya segala berita itu hanya acuan agar kita tahu informasinya serta merupakan sebuah pemicu apakah kita cukup kritis dalam menyikapi informasi yang kita peroleh. Perihal akurasinya, yaaah tak ada yang dapat menjamin kalo semuanya akurat sih. Tapi sebagai manusia berakal, at least kita dapat melakukan interrater, interskorer lah, melihat perbandingan, berita mana yang kira-kira cukup komprehensif. Walaupun ketika tidak tahu memang tidak berdosa, tapi mencari tahu apa yang tidak kita ketahui itu wajib :D
            Menurut saya, melihat dengan mata kepala sendiri dan terlibat langsung (dalam konteks ini) jauh dapat menjelaskan pada saya kebenaran yang sebenar-benarnya. Terserahlah kaum elitis yang berkepentingan mempengaruhi pemberitaan media, terserah pula pada setiap media yang mempunyai sudut pandangnya masing-masing (saya tidak terlalu ambil pusing walaupun memang dari media itulah publik memperoleh informasi, tapi dari model pemberitaannya publik juga musti kritis).
             
Yang saya yakini adalah, pedagang-pedagang itu wajib dibela haknya. Pertama kali saya bertanya-tanya adalah ketika saya hendak ke stasiun Depok Baru, tiba-tiba saya dihadapkan pada view yang berbeda. Ratusan kios yang dulu menjual berbagai macam barang dengan harga murah kenapa sekarang jadi rata dengan tanah? Penggusuran? Kapan, kok saya nggak tahu? Terus mereka direlokasi dimana? (masih husnudzon kalo ada relokasi ceritanya J) Berlanjutlah pada kabar di Stasiun Lenteng Agung yang benar-benar digusur di depan mata mahasiswa (tanpa adanya dialog terkait ganti rugi dan relokasi). Saya tidak menolak adanya renovasi, namun ada hak-hak yang terabaikan disini. Hak para pedagang. Mereka didzalimi, ”Kalau digusur, kami makan apa?”  Ungkap Ibu Ayu salah satu pedagang di Stasiun UI.
            Maka saya pun memantapkan tekad untuk ikut aksi. Bukan karena ingin disebut sebagai aktivis, saya juga tidak peduli dengan orang-orang yang nyinyir tentang aksi mahasiswa. Bagi saya, alasan dari pilihan saya ikut aksi ini hanya sederhana, sangat sederhana.
Saya hanya ingin mendampingi para pedagang. Tempat mereka mencari makan terancam musnah. Suatu tekanan psikologis bagi mereka. Terpukul, marah, stress, khawatir, kecewa.
Alasan itu sungguh sederhana, mencoba berempati merasakan teriknya matahari dan guyuran hujan demi mempertahankan kios-kios sumber penghidupan mereka.
Pedagang-pedagang itu bukan pakar hukum, bagi mereka urusan birokrasi dan ranah kebijakan kaum elitis adalah bahasa dewa yang begitu utopis. Dan kita mahasiswa, tempat mereka bertanya, dipercaya oleh mereka untuk berbuat sesuatu. Berbuat bagi kaum alit.
Mahasiswa adalah sandaran bagi para pedagang, tempat berkeluh kesah, tampat berdiskusi. Dan saya serta rekan-rekan mahasiswa hanya ingin memberi dukungan, bahwa mereka tidak sendiri, bahwa kami bersedia turut berjuang. Setidaknya memberi harapan bagi mereka bahwa esok masih ada kehidupan.
Sesederhana itu (terlepas dari jalur hukum dan negosiasi yang juga dilakukan). Melalui aksi yang saya terlibat di dalamnya, saya hanya ingin menyampaikan, “Pak, Bu tetap semangat, teruslah berdoa, InsyaAllah Allah bersama kebenaran, kami di sini mendukung perjuangan Bapak dan Ibu. Jangan lelah, jangan putus asa, esok masih ada kehidupan, masih ada harapan!”
Dan ternyata kemarin saya mendengar perbincangan antar pedagang yang mengharu biru hati saya, “Jantung pertahanan kita hanya ada di UI (Stasiun UI dan Pocin). Ketika perjuangan disini kalah dan kios hancur, maka hancurlah semuanya. Tak ada harapan stasiun-stasiun lain selamat” Terdiam. Aksi tolak penggusuran (sebelum adanya dialog) ini ternyata begitu mereka perlukan. Sebagai jantung pertahanan, sebagai penentu nasib kios-kios di stasiun-stasiun lainnya.
Semoga do’a yang menggelayut langit dari ribuan pendo’a untuk sebuah kata keadilan segera diberikan jawaban terbaik oleh sang Maha Pengabul Do’a. 

Depok, 5 Januari 2013

22:41

Rumah Tanpa Jendela



 
"...Buka Jendelamu, bukalah hatimu
Lihatlah di sekitarmu
Masih banyak kita memerlukan cinta"

Realita bahwa anak-anak tidak pernah bisa memilih untuk terlahir  seperti apa atau  terlahir dari keluarga yang seperti apa seharusnya menjadi pembelajaran pertama bagi setiap manusia. Bahwa ada rencana Tuhan yang telah disusun sedemikian rapinya untuk menunjukkan kepada manusia betapa Maha Segala-galanya Ia. Berbagai rahasia langit akan apa yang ditakdirkan-Nya melatih manusia untuk menentukan langkah yang akan ia tempuh. Putus asa, peduli, peka, optimis, mengutuk takdir, dan hal tersebut selalu menjadi pilihan  bebas yang bertanggungjawab.

Inilah yang ditampakkan dari film Rumah tanpa Jendela produksi  Smaradhana Production dan garapan sutradara Aditya Gumai yang diadaptasi dari cerpen karya Asma Nadia yang berjudul Jendela Rara. Dua tokoh anak dalam film ini, Rara merupakan seorang anak piatu yang tinggal di kawasan pemulung dengan ayah yang bekerja sebagai tukang sol sepatu dan berjualan ikan hias keliling.  Rara mempunyai mimpi sederhana namun bagi ia dan keluarganya menjadi suatu ketidakmungkinan, ia bermimpi mempunyai jendela di rumahnya agar ketika pagi sinar matahari dapat masuk dan ketika malam ia dapat malihat bulan. Aldo merupakan anak keluarga kaya raya, segala keinginannya terpenuhi namun apa mau dikata ia adalah seorang anak dengan kebutuhan khusus (tidak dijelaskan Aldo menyandang ABK apa, dari yang ditampakkan seperti autis namun ia masih mampu  berkomunikasi dan menjalin pertemanan dengan baik). Aldo dan Rara merupakan gambaran bahwa mereka tidak pernah bisa memilih bagaimana mereka dilahirkan.

Yang perlu kita pahami dalam film tersebut adalah baik Rara maupun Aldo menghadapi suatu kondisi yang tidak menyenangkan bagi mereka, antara kekurangan materi dan kekurangan pengakuan serta kurang kasih sayang. Hal itu menguji kekuatan mereka dalam menyikapi. Hanya orang-orang yang berusaha sebaik mungkin adalah mereka yang akan memperoleh kebahagiaan di kemudian harinya.

Soundtrack dalam film ini sebagaimana kiasan dari judul filmnya juga, Rumah tanpa jendela membuat kita merenung sedikit lebih dalam, bolehlah saya kutip
"...Bukan cuma rumah yang perlu jendela, tapi juga jendela di setiap hati kita, tempat kita membuka rasa, agar jiwa peka senantiasa, adakan jendela di hatimu?"
Yang perlu digaribawahi adalah, agar jiwa peka senantiasa, adakah jendela di hatimu? Pertanyaan buat kita semua tentunya, masih adakah tanda-tanda kepekaan di hati kita menyaksikan seluruh realita kehidupan, minimal sadar meski pada akhirnya mungkin belum mampu bertindak.

Film ini bagus menjadi tontonan sekaligus tuntunan bagi anak-anak Indonesia. Menggambarkan realita bahwa memang akan selalu ada dua kutub kondisi yang berbeda, sebagaimana digambarkan dengan kehidupan keluarga Aldo dan keluarga Rara, namun di film ini tidak menunjukkan bobroknya kemanusiaan di Indonesia melainkan menggambarkan kondisi ideal bahwa seharusnya setiap orang kaya bertindak sebagaimana keluarga Sahri (keluarga Aldo), mempunyai pekerjaan halal, taat pada orang tua dan tetap peduli pada masyarakat di sekitarnya yang masih membutuhkan cinta, suatu gambaran yang dapat ditanamkan menjadi mindset bagi anak bahwa seharusnya seperti itu meski pada realita mungkin jarang kita temui.  Sebagaimana tuntunan agama Islam pula bahwa pada harta yang kita miliki, terdapat bagian bagi saudara kita yang kurang mampu yang harus kita berikan.

Dan semoga masih tetap ada jendela di hati kita
Yang akan terus menerus melatih kepekaan tanpa tergerus kondisi  apapun 



31 Desember 2012
21:41




Kamis, 20 Desember 2012

Semuanya Selesai di Meja Makan (Episode SMB Batu Hijau)



Makan bersama diiringi dengan obrolan ringan baik itu dengan orang yang baru saja kita kenal atau yang sudah sejak lama kita kenal akan selalu menjadi momen istimewa dan menurut saya akan sangat bermanfaat bagi hubungan anda. Hubungan apapun itu. Setidaknya pernyataan “Semua selesai di meja makan”bisa lah ya diterapkan. Makan bersama bagi hubungan yang baru saja terjalin akan mempercepat proses pengakraban, apalagi bagi yang sudah lama menjalin hubungan, pertemanan katakanlah, akan semakin mempererat hubungan yang terjalin. Mengapa? Menurut hirearki kebutuhan Maslow, manusia mempunyai 5 kebutuhan dasar yang apabila tercapai semuanya maka ia akan menjadi manusia paling bahagia seluruh dunia (ini bahasa alaynya saya aja sih, tapi kalo Maslownya beneran ada nih), kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan terhadap rasa aman, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk dihargai atau penghargaan, dan yang tertinggi: kebutuhan akan aktualisasi diri.Menurut saya ketika makan, terjadi pemenuhan fisiologis karena rasa lapar untuk berikutnya telah berhasil diatasi, kebutuhan untuk dihargai pun terpenuhi ketika momen disetting makan dengan ngobrol santai, masing-masing dari kita tentu akan feel free untuk menceritakan apa yang pengen ia ceritakan, apalagi ketika pertama kali bertemu, suasana makan menjadi momen yang sangat cocok untuk bertukar pengalaman.

Hal ini saya rasakan di beberapa komunitas tempat saya berada, begitu halnya yang saya hayati dari proses bertemunya saya dengan beberapa teman yang mengikuti rangkaian Sustainable Mining Bootcamp-nya PT NNT bulan lalu, benar-benar baru mengenal hari itu juga, makan yang pertama masih kaku, obrolan baru berkisar pada tanya nama dan asal darimana, hanya satu orang yang dominan yang mengakunya sebagai senior citizen si Mas Cumi menceritakan segala hal mulai dari A sampai E. (Untuk makan pertama baru sampai E). Pada momen-momen makan berikutnya sungguh akselerasi perkenalan itu begitu cepat, topik pembahasannya pun beranekaragam, mulai dari membahas makanan sampai akhirnya bully-membully. Prestasinya adalah, meski hanya satu minggu, kedekatan yang terjalin satu sama lain cukup akrab, perkenalan yang tidak bisa dianggap biasa saja tentu saja. Dan keluarga besar Sustainable Mining Bootcamp telah mengajarkan saya banyak hal, mengenai berpikir simpel namun strategis, mengenai proses mengenal, penerimaan dan berjuang bersama, bagaimana berpikir kritis dan memandang kehidupan dengan penuh kesyukuran. Pengen banget jalan-jalan bareng mereka lagi, berharap bisa ke Minahasa bareng deh ya.

Pembahasan di meja makan dijamin ujung-ujungnya baik. Asal dikondisikan aja, apalagi kalau makanannya enak, hehe. Selamat mencoba

Sumbawa, Sebuah Episode untuk Kembali Mengatakan “Aku Cinta Indonesia”



Seminggu menjelajah Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) melalui perjalanan darat, udara dan sekaligus laut memberikan pengalaman istimewa bagi saya. Yah maklum lah orang sibuk nggak sempet ada waktu buat kemana-mana (*ceritanya lagi cari-cari alasan yang agak oke aja ini). Kembali teringat penrnyataan dari Aa’ (ciee Aa’) Pandji Pragiwaksono di bukunya Nasional.Is.Me yang bilang kalo “Bagaimana mereka bisa bilang benci Indonesia kalo yang mereka tahu hanya Jakarta? Padahal Indonesia begitu luas”sebagai respon akan banyaknya yang bilang pesimis, skeptis bahkan benci akan Indonesia, kali ini saya merasakan atmospher itu, melihat betapa indahnya anugerah Allah atas negeri yang dinamakan Indonesia, Nusantara, Zamrud Khatulistiwa ini. Inipun baru Nusa Tenggara Barat, di Lombok, di Sumbawa Barat, di Batu Hijau, sepersekian persen dari seluruh wawasan nusantara.
Perjalanan ini dimulai dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Denpasar berlanjut ke Bandara Lombok dan perjalanan laut dari Pelabuhan Kayangan ke Benete. View laut yang sangat bersih dengan bukit-bukit di kanan kiri, angin laut yang memanjakan siapapun yang berada di deck atas boat, kemudian perjalanan darat ke sebuah lokasi pertambangan yang semakin membuat saya berdecak kagum, “The wealth of Indonesia, the real rich country. When they aware about this, how about the nation?” teringat kembali kata Bung Karno “Jangan serahkan kekayaan Indonesia pada orang asing, biarkan kekayaan itu tetap berada di tanah Indonesia sampai anak cucu kita mampu untuk menggali dan memanfaatkannya” akan tetapi entah dengan pertimbangan apa, tanah ini pun sudah digali, kekayaan itu telah dimanfaatkan, apakah putra bangsa memang telah mampu menggalinya? Mungkin.
Beranjak menuju destinasi wisata di Sumbawa Barat, Pantai Maluk dengan konservasi penyunya. Di sini selain melihat pantai yang indah dengan pasir lembutnya kita juga dapat melihat penangkaran penyu yang setiap kali siap, anak penyu akan dilepaskan ke laut. Pantai Maluk juga menyajikan makanan khas Sumbawa yang dapat dinikmati bersama partner jalan-jalan kita. Suasana semakin mengasyikkan ketika perut yang lapar setelah puas melepas penat di indahnya pantai kemudian dimanjakan dengan dendeng, plecing kangkung dan ayam taliwang khas Sumbawa Barat. Destinasi kedua saya dan teman-teman saat itu adalah Pantai Tropical, pantai dengan butiran pasir lada dan suasana sunset yang begitu indah, batu-batuan karang yang cantik terlihat semakin mempercantik pasir di pantai tropical. Pantai Lawar dengan ombaknya yang besar serta pantai rantung yang menjadi lokasi tujuan turis untuk berselancar.
Sumbawa Barat pun khas dengan kain songketnya, ayam bakar Taliwang dan berbagai kuliner yang unik. Jika anda membutuhkan informasi lebih mengenai destinasi wisata di Sumbawa, monggo lah dicek www.alambudaya.com nya mas Barry Kusuma yang kebetulan kami melakukan perjalanan yang sama, namun karena memang beliau adalah seorang travel blogger, anda akan memperoleh informasi yang lebih komperehensif. Sementara saya di sini justru akan membahas mengenai insight lain yang saya peroleh dalam perjalanan kemarin.
Yakni mengenai cinta tanah air. Betapa bibir saya senantiasa bergetar setiap kali menyaksikan keindahan alam negeri ini seraya menggumamkan “Allah, terimakasih atas Indonesia", ketika mata berkaca-kaca menyaksikan betapa kayanya Indonesia, betapa berpotensinya Indonesia namun ketika itu pula teringat akan anak jalanan dan pengemis di kereta ekonomi dan terminal-terminal di Jakarta atau kasus-kasus korupsi yang semakin merajalela. Sebuah paradoks yang ketika dipikirkan membuat kepala semakin pening sebenarnya.
Mengunjungi sebanyak mungkin wilayah Indonesia merupakan sebuah perjalanan spiritual untuk kembali memperbaharui makna cinta tanah air, sebuah pengembaraan untuk mengenal siapa Indonesia dan mengapa pantas serta harus untuk memperjuangkan kehormatannya. Karena Indonesia tanah  surga, karena Indonesia anugerah, karena Indonesia begitu menawan. Dan proses untuk mencetuskan nama Republik Indonesia pun melalui rangkaian panjang perjuangan yang heroik, menginspirasi bagi siapapun yang mempelajari sejarahnya. Dan sekarang bukan lagi mau atau tidak mau mengabdi pada bangsa dan negara akan tetapi memang harus mengabdi pada Indonesia, tinggal semaksimal apa pengabdian itu dilakukan, atas dasar cinta atau sekedar menggugurkan kewajiban.
Aku cinta Indonesia! Dalam hati senantiasa berdoa semoga ini bukan hanya sekadar kata. Karena bagiku cinta itu pembuktian. Dan aku akan terus berjalan, melakukan pengembaraan untuk lebih mengenalmu, Indonesia. Next destination berharap semoga terwujud, Minahasa dan Aceh.


gambar:dokumentasi PT NNT

Strategi Serdadu Kumbang PT NNT untuk Indonesia



                Salah satu fenomena menarik dari perusahaan tambang di Indonesia adalah kemampuannya mengubah gunung yang menjulang tinggi di atas permukaan laut menjadi “semacam” palung yang jauh berada di bawah permukaan air laut, ketika ia tetap menjadi gunung tak termanfaatkan dengan baik potensinya, namun ketika berubah bentuk 1800 potensi yang dikandungnya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi  kebutuhan utama manusia. Mari sejenak melihat di sekeliling kita, darimana asal laptop yang saat ini sedang kamu pantenin? Handphone yang tak pernah lepas dari genggaman itu? Kabel listrik di seantero negeri? Bahkan ujung pena kita pun merupakan hasil tambang. Tidak bisa dinafikkan ketika suatu tempat antah berantah yang semula nampak begitu indah namun mistis belum terjamah mendadak dibuka menjadi area tambang yang luas dan serba modern maka akan banyak perubahan lain yang menyertainya mulai dari permasalahan lingkungan hidup, munculnya kewajiban-kewajiban baru, pola kehidupan sosial, semakin banyaknya pihak yang berkepentingan dsb. Hal inilah yang menjadikan isu pertambangan masih selalu saja menjadi kontroversi padahal kebutuhan akan bahan tambang pun masih belum ada alternatif penggantinya di sisi lain semakin banyak perusahaan yang melihat dunia pertambangan sebagai peluang menggali keuntungan  besar.

                Kegiatan pertambangan bagi mereka yang masih mempunyai keluhuran nilai-nilai dalam kehidupan tentu tidak hanya dipandang oportunis sebagai pemenuhan kebutuhan atau mencari keuntungan sebanyak-banyaknya akan tetapi juga mempertahankan keseimbangan alam dan tanggung jawab terhadap tanah air karena sesuai hukum yang berlaku bahwasanya sumber daya alam Indonesia merupakan milik negara dan dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan rakyat Indonesia. Sebagai bentuk keluhuran nilai-nilai tersebut, keamanan dalam proses pertambangan, pengalokasian distribusi keuntungan hasil tambang secara bijaksana, tanggung jawab sosial serta proses recovery lahan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

                Menilik proses tambang PT Newmont Nusa Tenggara sebagaimana telah saya ungkapkan di tulisan saya sebelumnya, proper hijau dari Kementerian ESDM dan KLH sebagai penilaian atas pengelolaan limbah dan proses pertambangan seharusnya tidak menjadikan PT NNT merasa puas terlalu dini karena masih ada proper gold yang belum pernah diraihnya, untuk itu perbaikan harus terus menerus dilakukan. Berikut ini saya tak akan lagi membahas mengenai proper hijau yang diperoleh PT NNT, bidang enviro maupun CSRnya, akan tetapi akan membahas mengenai sesuatu yang cukup membuat saya bergumam “Ooh”..

                Ya, beberapa waktu lalu saya menyaksikan sebuah  film  dimana credit title di akhir film terdapat lambang PT NNT sebagai sponsor utama dan beberapa waktu kemudian saya mengikuti kegiatan dari perusahaan yang memiliki logo tersebut, Sustainable Mining Bootcamp di Batu Hijau Sumbawa Barat. Serdadu kumbang judul film tersebut, disutradarai oleh Ari Sihasale dengan produser Nia Zulkarnein garapan rumah produksi Alenia Picture mengisahkan tentang potret pendidikan di pedalaman Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat yang digambarkan dalam berbagai aspek mulai dari sistem pendidikan formal di sekolah yang tidak konsisten dalam metode pengajaran yang terlalu tegas dengan kekerasan di sisi lain asertif dan persuasif, pendidikan non formal oleh  guru ngaji desa yang mengajarkan kebijaksanaan, kontroversi Ujian Nasional yang membuat tokoh Minun seorang anak cerdas yang pernah menjuarai olimpiade tidak lulus ujian SMP, mimpi seorang anak dengan bibir sumbing untuk menjadi presenter film dibumbui dengan budaya asli Sumbawa dengan rumah panggung, banyaknya masyarakat desa yang buta huruf, mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, kebijaksanaan tokoh masyarakat dan sedikit gambaran mengenai TKI yang pulang kampung. Meski terkesan kurang fokus dalam menampilkan pesan dan alur yang ingin disampaikan, film ini mampu memberikan gambaran bahwa inilah wajah pendidikan di Indonesia sekaligus sebagai alternatif tontonan edukatif bagi anak-anak Indonesia di tengah film horor esek-esek yang sama sekali tidak mendidik.

                Dan ternyata PT NNT mengambil bagian sebagai sponsor utama. Apapun yang menjadi pertimbangannya ketika teken kerjasama terjadi setidaknya PT NNT telah terlibat dalam munculnya multiplier effect pasca pemroduksian film tersebut. Beberapa hal yang saya pandang sebagai dampak baik dari film tersebut adalah semakin banyaknya stimulus bagi masyarakat Indonesia untuk mengkritisi film yang mereka tonton, semakin informatif dalam memberikan gambaran mengenai pendidikan di Indonesia yang siapa tahu akan membangkitkan pemikiran-pemikiran cerdas dari audiens mengenai solusi terbaik yang ditawarkan, film ini turut memperkenalkan satu lagi view pedalaman Indonesia yang maha indah yang dapat dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata dan mungkin saja pemerintah akan lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokasi pengambilan gambar, proses dalam film ini juga memberikan pengalaman baru bagi anak-anak desa Mantar Sumbawa Barat untuk mengenal bagaimana proses casting dan shooting, memperkenalkan banyak profesi di dunia perfilman yang sebelumnya belum pernah mereka ketahui serta bagi PT NNT sendiri, subliminal effect dengan menampilkan logo PT NNT di akhir film siapa tahu dapat menjadi sarana publikasi mengenai keberadaan PT NNT.

                Strategi perusahaan dalam memberikan tanggung jawab sosial melalui keikutsertaan dalam menciptakan ide kreatif dan edukatif untuk Indonesia (seperti fim misalnya) menjadi menarik dan menguntungkan banyak pihak, baik itu sineas, perusahaan itu sendiri, para pemeran maupun masyarakat umum sebagai konsumen. Turut  berperan pula dalam perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, generasi muda Indonesia ketika ide-ide kreatif  dan edukatif semakin diekspos mengungguli berbagai tayangan maupun hal-hal yang merusak nilai-nilai keluhuran yang terkandung dalam Pancasila. Menjadi apa Indonesia ke depan bergantung pada masyarakatnya yang akan membuatnya berdiri bangga di kancah dunia dengan tenggeran gagah burung garuda, merah putih, pancasila dan bahasa Indonesia atau terpuruk dengan degradasi moral, menjadi bangsa pengekor, boros, latah style baru dan serba terbelakang, itu semua tergantung kemauan kita membawa perubahan positif tersebut. Ketika PT NNT mampu membantu perubahan itu melalui dana besar yang dimilikinya, maka kita anak muda berkarya melalui ide-ide brilian yang akan semakin dahsyat luar biasa ketika semakin diasah.

Kamis, 06 Desember 2012

Sendu Sayu Semu


Lengang senja jingga gelap pojok kota
Teralienasi dari ramai, gaduh, sibuk
pelik penuh intriknya jantung peradaban
Menyepi di tengah kenyataan tak dikehendaki
Melarikan diri mendistorsi takdir manusia tertolak
Dalam buaian kabut alam pekat menawan
Di antara rinai gerimis menyemburat magis

Serambi saung reyot kemudian memproyeksi cerita
Tentang renjana, tentang keterasingan
Sesosok rapuh menekur menggigil
Takut-takut mempertanyakan takdir
Lalu tenggelam dalam cengkeraman cemas
Dispersi binar frekuensi lemah itu
siratkan sejuta makna
Akan harap, putus asa dan kecewa

Lamunan sendu itu menyapaku
Menyergapku dalam rasa bersalah
Sayu, sesayu hatiku saat ini
Trenyuh di tengah kerapuhanku sendiri
Semu sungguh semu senja itu
Maya dan nyata berpadu semu
Hingga sulit kusadari dimana aku berdiri
Mataku dan matanya pun berpadu
Kesenduan yang bertemu dan semakin sendu
Dan aku masih tak mengerti dimana aku




02 Desember 2012
23:12

Minggu, 25 November 2012

Dari Seorang Pencari Jati Diri kepada Bayangnya

Kau lelah?
Hei kau! Ya Kau!
Kau capek?
Kau Bosan?
Kau bosan dengan rutinitas monotonmu itu?
Hmm
Dan kau pun sekarang jadi robot aktivitasmu
Kesana kemari bagai zombie
Beraga tapi tak bernyawa.
Hampa!

Kau bayangku, istirahatlah sejenak
Dengarkan ceritaku!

Akan tiba suatu masa
Ketika gunung-gunung tercerabut dari akarnya,
terombang-ambing bagai bulu termainkan angin topan
Kau dapat imajinasikan itu, wahai bayangku?
Gunung-gunung di sana bagai bulu-bulu yang terbang!
Dan manusia ibarat laron tak tahu arah

Material panas, dingin, padat, cair, besar, kecil, semuanya!
Bumi mengeluarkan semua beban yang dikandungnya
Bumi diguncangkan, dahsyat!
Dan kau, serta semua makhluk di alam raya ini
Di tengah segala kekacauan itu
Akan menuju suatu tempat,
dimana keadilan ditegakkan lebih dari sekedar mimpimu akan keadilan yang ideal
Kebaikan, kejahatan meski hanya seberat biji sawi
Akan diberikan balasannya
Tangan, kaki,  mata, telinga, semua akan bersaksi

Jadi, masihkah kau ragu?
Masihkah kebencian itu ada?
Masihkah perasaan tak adil itu mengusikmu?
Setiap kelelahan itu akan ada balasannya, wahai bayangku
Dengarkan aku pada setiap bersitan niatmu
Kau mendengarku bukan?!

Wahai bayangku, aku adalah kau
Kau adalah aku!
Kenapa kau diam?
Bicaralah!
Bicaralah!

"Siapa kau?
Kau bicara padaku?
Haruskah aku mendengarmu?
Aku tak mengenalmu.
Pergilah!
Jangan buang-buang waktumu!"

Langitpun semakin menghitam
Lolongan anjing hutan sayup-sayup mengerikan
Gelegar petir semakin menciutkan hati
Hujan deras pun mengguyur bumi
Malam semakin larut
Dan cermin di depanku sudah tak berbentuk