Kamis, 14 Juli 2011

Untaian Rindu buat yang Disana


Kalender berubah rangkaian huruf setiap bergantinya malam ke siang, mulai Senin, Selasa, rabu, hingga ke Senin lagi.
Menghitung mulai dari Juli, Agustus, September hingga tak terasa siklus duabelas bulanan itu akan berputar menuju bulan yang sama dengan pertambahan besaran angka di digit terakhir tahunnya.

Hmm, hampir satu tahun aku menjalani kehidupan ini Ibu. Jauh darimu, berjuang di tanah rantau, meninggalkan masa-masa labil anak SMA, bersiap menghadapi dunia nyata, masyarakat, peradaban.
haha, Dan hari itu kini benar-benar aku jalani Ibu

Semua yang engkau ceritakan, engkau berpesan untuk begini dan begini, untuk tidak begitu serta lebih baik seperti itu. Tentang sebuah ilmu kehidupan, tentang sebuah masa dimana engkau katakan dari awal bahwa aku akan mengalaminya, tentang sebuah nasihat, yang mungkin terlahir dari harapan atau kekhawatiranmu terhadapku dalam menghadapinya.

Tentang sebuah bekal kehidupan.

Satu tahun lalu aku masih bisa mengeluhkan masalahku kepadamu, bersandar di pangkuanmu, bermanja-manja denganmu, memintamu menyisir dan mengikat rambutku, sesekali meminta suapanmu dalam makan malamku, berdiskusi tentang pilihan ini dan itu. 

Kini aku merasakan itu Ibu, jauh denganmu, bercengkerama pun jarang, bertatap muka hanya di paruh dan akhir tahun. Kabel maya komunikasi dua arah itu memaksaku hanya mendengarmu, yang justru semakin membuatku tak kuasa menahan rasa ingin bertemu denganmu.
Ibu,kini aku merasakan apa yang dinamakan perjuangan, ketekunan, berbagi, bersikap ramah, dan sungguh-sungguh. Aku mengalaminya Ibu. Yang dengan jatuh bangun selalu aku coba untuk menitinya satu persatu, hingga kemudian aku berharap itu akan menjadi amalan yang memudahkanku meraih mimpiku. 

Dan aku disini seorang diri Ibu, tak ada yang menguatkanku sebagaimana kau dulu selalu menopangku. Tak ada yang melapangkan dadaku sebagaimana engkau melakukannya, membangunkanku ketika jatuh dalam melangkah, menuntunku, membesarkan hatiku. Aku terjatuh Ibu, terseok, sempat terpuruk,dan tak hanya sekali.
Ketika dulu selalu kau ucap bahwa tak selamanya kau akan menemaniku. Tiap kali kuingat bahwa dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. tentang nasihat yang setiap saat kau ucap bahwa menebar kebaikan dimanapun aku berada merupakan keharusan bagiku. Tentang harapanmu, doa untukku yang aku yakin selalu engkau panjatkan pada-Nya di setiap nafas yang kau hembus. Kata sayang dan bangga yang senantiasa kau ucap untuk membesarkan hatiku. 

Dan sekarang hampir satu tahun, hampir tiga ratus enam puluh lima hari aku terpisah jarak denganmu. Banyak kutemui pelajaran berharga itu Ibu. Saat dimana aku harus mandiri, harus pandai mengatur waktu, harus bisa berbagi, harus memahami, harus lebih ramah lagi. Saat dimana ada orang yang mengatakanku sombong, keras kepala, sok suci, bodoh. Saat dimana ada yang memujiku cerdas, ramah. Saat tak bisa aku membedakan mana hitam dan mana putih. Ketika aku mencoba untuk memberi apa yang disebut pengorbanan, ketika aku harus dikecewakan, ketika banyak orang yang begitu baik dan begitu menginspirasi, saat dimana aku dibantu untuk membangun dan mewujudkan mimpiku. Saat dimana aku bingung dengan fenomena yang ada, kepalsuan dan kesemuan, kebohongan. Dimana aku harus belajar bagaimana membawa diri, mewarnai bukan terwarnai. Di saat aku akhirnya menemukan jalanku, jalan hidupku di sini. Saat aku semakin nyata menapaki hari dengan sesuatu yang selalu aku coba memberi manfaat.

Aku ingin menceritakan semuanya padamu Ibu, di saat aku beristirahat sejenak di pangkuanmu, dengan belaian manja jemarimu di kepalaku, dengan desir angin yang lembut. Di malam syahdu yang menunjukkan keromantisannya, aku ingin ceritakan itu semua pedamu Ibu. Kemudian ingin kudengar bait-bait nasihat dan pesanmu untuk bekalku berjuang lebih gigih lagi. Aku ingin melepas kepenatan-kepenatan yang membelenggu, mengisi ulang energy kehidupanku, mempersiapkan amunisi untuk kembali berperang, berjuang. Aku ingin ceritakan semua padamu Ibu, yang mungkin bisa membuatmu tersenyum bangga, tersenyum geli ataupun menangis terharu sesuai dengan suasana hatiku. Aku ingin berbagi denganmu Ibu. Meminta bekal untuk mewujudkan mimpiku dan harapanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar