Minggu, 06 Januari 2013

Rumah Tanpa Jendela



 
"...Buka Jendelamu, bukalah hatimu
Lihatlah di sekitarmu
Masih banyak kita memerlukan cinta"

Realita bahwa anak-anak tidak pernah bisa memilih untuk terlahir  seperti apa atau  terlahir dari keluarga yang seperti apa seharusnya menjadi pembelajaran pertama bagi setiap manusia. Bahwa ada rencana Tuhan yang telah disusun sedemikian rapinya untuk menunjukkan kepada manusia betapa Maha Segala-galanya Ia. Berbagai rahasia langit akan apa yang ditakdirkan-Nya melatih manusia untuk menentukan langkah yang akan ia tempuh. Putus asa, peduli, peka, optimis, mengutuk takdir, dan hal tersebut selalu menjadi pilihan  bebas yang bertanggungjawab.

Inilah yang ditampakkan dari film Rumah tanpa Jendela produksi  Smaradhana Production dan garapan sutradara Aditya Gumai yang diadaptasi dari cerpen karya Asma Nadia yang berjudul Jendela Rara. Dua tokoh anak dalam film ini, Rara merupakan seorang anak piatu yang tinggal di kawasan pemulung dengan ayah yang bekerja sebagai tukang sol sepatu dan berjualan ikan hias keliling.  Rara mempunyai mimpi sederhana namun bagi ia dan keluarganya menjadi suatu ketidakmungkinan, ia bermimpi mempunyai jendela di rumahnya agar ketika pagi sinar matahari dapat masuk dan ketika malam ia dapat malihat bulan. Aldo merupakan anak keluarga kaya raya, segala keinginannya terpenuhi namun apa mau dikata ia adalah seorang anak dengan kebutuhan khusus (tidak dijelaskan Aldo menyandang ABK apa, dari yang ditampakkan seperti autis namun ia masih mampu  berkomunikasi dan menjalin pertemanan dengan baik). Aldo dan Rara merupakan gambaran bahwa mereka tidak pernah bisa memilih bagaimana mereka dilahirkan.

Yang perlu kita pahami dalam film tersebut adalah baik Rara maupun Aldo menghadapi suatu kondisi yang tidak menyenangkan bagi mereka, antara kekurangan materi dan kekurangan pengakuan serta kurang kasih sayang. Hal itu menguji kekuatan mereka dalam menyikapi. Hanya orang-orang yang berusaha sebaik mungkin adalah mereka yang akan memperoleh kebahagiaan di kemudian harinya.

Soundtrack dalam film ini sebagaimana kiasan dari judul filmnya juga, Rumah tanpa jendela membuat kita merenung sedikit lebih dalam, bolehlah saya kutip
"...Bukan cuma rumah yang perlu jendela, tapi juga jendela di setiap hati kita, tempat kita membuka rasa, agar jiwa peka senantiasa, adakan jendela di hatimu?"
Yang perlu digaribawahi adalah, agar jiwa peka senantiasa, adakah jendela di hatimu? Pertanyaan buat kita semua tentunya, masih adakah tanda-tanda kepekaan di hati kita menyaksikan seluruh realita kehidupan, minimal sadar meski pada akhirnya mungkin belum mampu bertindak.

Film ini bagus menjadi tontonan sekaligus tuntunan bagi anak-anak Indonesia. Menggambarkan realita bahwa memang akan selalu ada dua kutub kondisi yang berbeda, sebagaimana digambarkan dengan kehidupan keluarga Aldo dan keluarga Rara, namun di film ini tidak menunjukkan bobroknya kemanusiaan di Indonesia melainkan menggambarkan kondisi ideal bahwa seharusnya setiap orang kaya bertindak sebagaimana keluarga Sahri (keluarga Aldo), mempunyai pekerjaan halal, taat pada orang tua dan tetap peduli pada masyarakat di sekitarnya yang masih membutuhkan cinta, suatu gambaran yang dapat ditanamkan menjadi mindset bagi anak bahwa seharusnya seperti itu meski pada realita mungkin jarang kita temui.  Sebagaimana tuntunan agama Islam pula bahwa pada harta yang kita miliki, terdapat bagian bagi saudara kita yang kurang mampu yang harus kita berikan.

Dan semoga masih tetap ada jendela di hati kita
Yang akan terus menerus melatih kepekaan tanpa tergerus kondisi  apapun 



31 Desember 2012
21:41




Tidak ada komentar:

Posting Komentar