Minggu, 06 Januari 2013

Saya mahasiswa biasa, dan saya pikir aksi tolak penggusuran itu solutif



“Ma, hari ini kita makan pake lauk apa? Sejak nggak jualan kok kita nggak makan pake lauk lagi sih Ma?” Ujar anak dai seorang pedagang yang kiosnya di area stasiun Depok Baru bulan Desember 2012 lalu telah rata dengan tanah akibat operasi penggusuran yang dilakukan oleh PT. KAI (Perseroan Terbatas Kereta Api Indonesia).
Setelah sebelumnya Bogor, Cilebut Citayam, Depok, kemudian Lenteng Agung- berlanjut ke Stasiun UI dan Stasiun Pocin yang alhamdulillah masih mampu ditunda hingga hari ini.
Berbagai kabar dan pemberitaan pun beredar. Semua berpendapat. Mulai dari
a.    Motif penggusuran ini adalah untuk penertiban, perluasan peron demi kenyamanan pengguna kereta. Keberadaan pedagang mengganggu kenyamana pengguna kereta. Dikritisi dengan banyaknya opini. “Pengguna kereta yang mana yang dimaksud? Saya pengguna KRL dan saya tidak terganggu dengan adanya pedagang di peron”
b.    Motif rahasia PT KAI menurut akun twitter @juniusibrani “PT KAI mikir siapa konsumen kios yang potensial untuk menyewa dengan harga sewa tinggi, jangka panjang dan kontinyu: WARALABA, itu targetnya”. Ini menurut akun yang bio-nya “Ernesto de la Serna_ Bila hatimu bergetar marah melihat setip ketidakadilan, maka kau adalah saudaraku”  
c.      Berikutnya, mengenai surat Komnas HAM bulan Desember lalu, pemanggilan Dirut PT KAI Mr. Ignasius Jonan ke Komnas HAM yang hanya diwakili oleh Kadaop 1 Jakarta dan Surat Keputusan dari Komnas HAM tertanggal 3 Januari 2013 yang mengemukakan bahwa operasi penggusuran telah melanggar HAM dan operasi penggusuran diminta untuk dihentikan sampai adanya dialog  yang komprehensif antara PT. KAI dan pedagang.
d.    Pengerahan TNI dalam operasi penggusuran yang melanggar ketentuan tugas TNI. http://m.sindonews.com/read/2013/01/04/31/703779/gusur-pedagang-pakai-tni-pt-kai-langgar-hukum
e.    Serta berbagai opini mulai dari yang memihak pedagang dan mahasiswa sampai yang punya opini “menyalahkan mahasiswa” berikut ini linknya
      http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/01/04/6/168090/Lagi-Mahasiswa-Tolak-Penggusuran-Kios-di-Stasiun-Pondok-Cina#.UObVeFf5Rzg.twitter
      http://chirpstory.com/li/44162
      http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/01/03/mg15w8-mahasiswa-tolak-penggusuran-pedagang-stasiun

            Well, bagi saya segala berita itu hanya acuan agar kita tahu informasinya serta merupakan sebuah pemicu apakah kita cukup kritis dalam menyikapi informasi yang kita peroleh. Perihal akurasinya, yaaah tak ada yang dapat menjamin kalo semuanya akurat sih. Tapi sebagai manusia berakal, at least kita dapat melakukan interrater, interskorer lah, melihat perbandingan, berita mana yang kira-kira cukup komprehensif. Walaupun ketika tidak tahu memang tidak berdosa, tapi mencari tahu apa yang tidak kita ketahui itu wajib :D
            Menurut saya, melihat dengan mata kepala sendiri dan terlibat langsung (dalam konteks ini) jauh dapat menjelaskan pada saya kebenaran yang sebenar-benarnya. Terserahlah kaum elitis yang berkepentingan mempengaruhi pemberitaan media, terserah pula pada setiap media yang mempunyai sudut pandangnya masing-masing (saya tidak terlalu ambil pusing walaupun memang dari media itulah publik memperoleh informasi, tapi dari model pemberitaannya publik juga musti kritis).
             
Yang saya yakini adalah, pedagang-pedagang itu wajib dibela haknya. Pertama kali saya bertanya-tanya adalah ketika saya hendak ke stasiun Depok Baru, tiba-tiba saya dihadapkan pada view yang berbeda. Ratusan kios yang dulu menjual berbagai macam barang dengan harga murah kenapa sekarang jadi rata dengan tanah? Penggusuran? Kapan, kok saya nggak tahu? Terus mereka direlokasi dimana? (masih husnudzon kalo ada relokasi ceritanya J) Berlanjutlah pada kabar di Stasiun Lenteng Agung yang benar-benar digusur di depan mata mahasiswa (tanpa adanya dialog terkait ganti rugi dan relokasi). Saya tidak menolak adanya renovasi, namun ada hak-hak yang terabaikan disini. Hak para pedagang. Mereka didzalimi, ”Kalau digusur, kami makan apa?”  Ungkap Ibu Ayu salah satu pedagang di Stasiun UI.
            Maka saya pun memantapkan tekad untuk ikut aksi. Bukan karena ingin disebut sebagai aktivis, saya juga tidak peduli dengan orang-orang yang nyinyir tentang aksi mahasiswa. Bagi saya, alasan dari pilihan saya ikut aksi ini hanya sederhana, sangat sederhana.
Saya hanya ingin mendampingi para pedagang. Tempat mereka mencari makan terancam musnah. Suatu tekanan psikologis bagi mereka. Terpukul, marah, stress, khawatir, kecewa.
Alasan itu sungguh sederhana, mencoba berempati merasakan teriknya matahari dan guyuran hujan demi mempertahankan kios-kios sumber penghidupan mereka.
Pedagang-pedagang itu bukan pakar hukum, bagi mereka urusan birokrasi dan ranah kebijakan kaum elitis adalah bahasa dewa yang begitu utopis. Dan kita mahasiswa, tempat mereka bertanya, dipercaya oleh mereka untuk berbuat sesuatu. Berbuat bagi kaum alit.
Mahasiswa adalah sandaran bagi para pedagang, tempat berkeluh kesah, tampat berdiskusi. Dan saya serta rekan-rekan mahasiswa hanya ingin memberi dukungan, bahwa mereka tidak sendiri, bahwa kami bersedia turut berjuang. Setidaknya memberi harapan bagi mereka bahwa esok masih ada kehidupan.
Sesederhana itu (terlepas dari jalur hukum dan negosiasi yang juga dilakukan). Melalui aksi yang saya terlibat di dalamnya, saya hanya ingin menyampaikan, “Pak, Bu tetap semangat, teruslah berdoa, InsyaAllah Allah bersama kebenaran, kami di sini mendukung perjuangan Bapak dan Ibu. Jangan lelah, jangan putus asa, esok masih ada kehidupan, masih ada harapan!”
Dan ternyata kemarin saya mendengar perbincangan antar pedagang yang mengharu biru hati saya, “Jantung pertahanan kita hanya ada di UI (Stasiun UI dan Pocin). Ketika perjuangan disini kalah dan kios hancur, maka hancurlah semuanya. Tak ada harapan stasiun-stasiun lain selamat” Terdiam. Aksi tolak penggusuran (sebelum adanya dialog) ini ternyata begitu mereka perlukan. Sebagai jantung pertahanan, sebagai penentu nasib kios-kios di stasiun-stasiun lainnya.
Semoga do’a yang menggelayut langit dari ribuan pendo’a untuk sebuah kata keadilan segera diberikan jawaban terbaik oleh sang Maha Pengabul Do’a. 

Depok, 5 Januari 2013

22:41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar