Kamis, 20 Desember 2012

Sumbawa, Sebuah Episode untuk Kembali Mengatakan “Aku Cinta Indonesia”



Seminggu menjelajah Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) melalui perjalanan darat, udara dan sekaligus laut memberikan pengalaman istimewa bagi saya. Yah maklum lah orang sibuk nggak sempet ada waktu buat kemana-mana (*ceritanya lagi cari-cari alasan yang agak oke aja ini). Kembali teringat penrnyataan dari Aa’ (ciee Aa’) Pandji Pragiwaksono di bukunya Nasional.Is.Me yang bilang kalo “Bagaimana mereka bisa bilang benci Indonesia kalo yang mereka tahu hanya Jakarta? Padahal Indonesia begitu luas”sebagai respon akan banyaknya yang bilang pesimis, skeptis bahkan benci akan Indonesia, kali ini saya merasakan atmospher itu, melihat betapa indahnya anugerah Allah atas negeri yang dinamakan Indonesia, Nusantara, Zamrud Khatulistiwa ini. Inipun baru Nusa Tenggara Barat, di Lombok, di Sumbawa Barat, di Batu Hijau, sepersekian persen dari seluruh wawasan nusantara.
Perjalanan ini dimulai dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Denpasar berlanjut ke Bandara Lombok dan perjalanan laut dari Pelabuhan Kayangan ke Benete. View laut yang sangat bersih dengan bukit-bukit di kanan kiri, angin laut yang memanjakan siapapun yang berada di deck atas boat, kemudian perjalanan darat ke sebuah lokasi pertambangan yang semakin membuat saya berdecak kagum, “The wealth of Indonesia, the real rich country. When they aware about this, how about the nation?” teringat kembali kata Bung Karno “Jangan serahkan kekayaan Indonesia pada orang asing, biarkan kekayaan itu tetap berada di tanah Indonesia sampai anak cucu kita mampu untuk menggali dan memanfaatkannya” akan tetapi entah dengan pertimbangan apa, tanah ini pun sudah digali, kekayaan itu telah dimanfaatkan, apakah putra bangsa memang telah mampu menggalinya? Mungkin.
Beranjak menuju destinasi wisata di Sumbawa Barat, Pantai Maluk dengan konservasi penyunya. Di sini selain melihat pantai yang indah dengan pasir lembutnya kita juga dapat melihat penangkaran penyu yang setiap kali siap, anak penyu akan dilepaskan ke laut. Pantai Maluk juga menyajikan makanan khas Sumbawa yang dapat dinikmati bersama partner jalan-jalan kita. Suasana semakin mengasyikkan ketika perut yang lapar setelah puas melepas penat di indahnya pantai kemudian dimanjakan dengan dendeng, plecing kangkung dan ayam taliwang khas Sumbawa Barat. Destinasi kedua saya dan teman-teman saat itu adalah Pantai Tropical, pantai dengan butiran pasir lada dan suasana sunset yang begitu indah, batu-batuan karang yang cantik terlihat semakin mempercantik pasir di pantai tropical. Pantai Lawar dengan ombaknya yang besar serta pantai rantung yang menjadi lokasi tujuan turis untuk berselancar.
Sumbawa Barat pun khas dengan kain songketnya, ayam bakar Taliwang dan berbagai kuliner yang unik. Jika anda membutuhkan informasi lebih mengenai destinasi wisata di Sumbawa, monggo lah dicek www.alambudaya.com nya mas Barry Kusuma yang kebetulan kami melakukan perjalanan yang sama, namun karena memang beliau adalah seorang travel blogger, anda akan memperoleh informasi yang lebih komperehensif. Sementara saya di sini justru akan membahas mengenai insight lain yang saya peroleh dalam perjalanan kemarin.
Yakni mengenai cinta tanah air. Betapa bibir saya senantiasa bergetar setiap kali menyaksikan keindahan alam negeri ini seraya menggumamkan “Allah, terimakasih atas Indonesia", ketika mata berkaca-kaca menyaksikan betapa kayanya Indonesia, betapa berpotensinya Indonesia namun ketika itu pula teringat akan anak jalanan dan pengemis di kereta ekonomi dan terminal-terminal di Jakarta atau kasus-kasus korupsi yang semakin merajalela. Sebuah paradoks yang ketika dipikirkan membuat kepala semakin pening sebenarnya.
Mengunjungi sebanyak mungkin wilayah Indonesia merupakan sebuah perjalanan spiritual untuk kembali memperbaharui makna cinta tanah air, sebuah pengembaraan untuk mengenal siapa Indonesia dan mengapa pantas serta harus untuk memperjuangkan kehormatannya. Karena Indonesia tanah  surga, karena Indonesia anugerah, karena Indonesia begitu menawan. Dan proses untuk mencetuskan nama Republik Indonesia pun melalui rangkaian panjang perjuangan yang heroik, menginspirasi bagi siapapun yang mempelajari sejarahnya. Dan sekarang bukan lagi mau atau tidak mau mengabdi pada bangsa dan negara akan tetapi memang harus mengabdi pada Indonesia, tinggal semaksimal apa pengabdian itu dilakukan, atas dasar cinta atau sekedar menggugurkan kewajiban.
Aku cinta Indonesia! Dalam hati senantiasa berdoa semoga ini bukan hanya sekadar kata. Karena bagiku cinta itu pembuktian. Dan aku akan terus berjalan, melakukan pengembaraan untuk lebih mengenalmu, Indonesia. Next destination berharap semoga terwujud, Minahasa dan Aceh.


gambar:dokumentasi PT NNT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar