Kamis, 14 Juli 2011

Bom Buku dan Negative Emotional Hijacking

Hari itu Selasa 15 Maret 2011 kediaman Ulil Abshar Abdalla, Ketua Jaringan Islam Liberal dikejutkan oleh sebuah paket buku yang tak biasa. Di hari yang sama kejadian serupa juga menimpa kediaman ketua BNN Komjen Pol Gorries Mere dan ketua Umum Pemuda Pancasila Japto S. Soerjosoemarno Paket mencurigakan yang beberapa minggu ini kita kenal sebagai bom buku. Bom buku yang telah mengakibatkan salah seorang anggota kepolisian di Jakarta Timur cidera di salah satu tangan akibat ledakan yang ditimbulkan dalam pangamanan paket mencurigakan tersebut. Kemudian kita mendengar adanya paket buku berjudul Yahudi Militan yang dialamatkan kepada Ahmad Dhani, presiden Republik Cinta Management sekaligus seorang musisi terkenal di Indonesia.
Agaknya bom buku telah menjadi tren baru dalam mendisturb kenyamanan dan ketenangan di tengah masyarakat. Menciptakan peluang bagi masyarakat terutama para otoritas untuk berpendapat mengenai hal ini, tentu dari sudut pandang yang berbeda-beda. Pendapat yang mencerdaskan namun bisa juga menimbulkan pertentangan. Suatu hal yang biasa namun tak bisa untuk terus dibiasakan jika pendapat tersebut berasal dari negative emotional hijacking alias pengambilalihan fungsi neokorteks untuk berpikir oleh amigdala dalam proses decision making sehingga seringkali keputusan dalam mengahadapi stimulus didominasi oleh emosi sesaat tanpa memikirkan dampak ke depannya. Negative Emotional Hijacking juga sering terjadi pada mereka yang merespon pendapat orang lain, jika tak sesuai kehendak dilakukan penolakan yang lagi-lagi tanpa mempertimbangkan multiplier effect dalam masyarakat.
Tanggal 21 Maret lalu kita mendengar pernyataan dari Nasir Abas yang dimuat di beberapa surat kabar bahwasanya motif dari adanya bom buku tersebut adalah motif agama, terbukti dari sasaran bom tersebut yang berasal dari tokoh liberal yang dinilai mencemarkan citra islam, seorang tokoh densus 88/antiteror serta seorang tokoh Pancasila, para aktivis kebanyakan anti-pancasila menurut mantan Ketua Mantiqi struktur JI tersebut . Lain tokoh lain pula pendapatnya, Pengamat Intelejen Soeripto barpendapat bawa kasus bom buku yang sedang marak bukan dilakukan jaringan teroris karena hanya berupa ancaman bukan eksekusi, merupakan suatu pengalihan isu terhadap kasus pembocoran informasi oleh wikileaks dan merupakan warning bagi Amerika untuk mengembalikan perhatian ke masalah terorisme. Lain lagi pendapat mantan ketua PBNU K.H. Hasyim Muzadi yang menyatakan bahwa konflik atau segala kekacauan di Indonesia yang disebabkan murni oleh motif agama hanyalah 15%. Selebihnya adalah konflik dengan muatan politik, ekonomi, kepentingan kaum profesional oportunis serta motif lainnya.
Pendapat para otoritas umumnya menjadi kiblat berpikir masyarakat. Jika pendapat yang disampaikan merupakan salah satu negative emotional hijacking maka yang tercipta bukan pencerdasan melainkan pemberian informasi “sesat” yang membatasi kemampuan berpikir objektif masyarakat. Indonesia beragam dalam suku, golongan, ras, agama,serta kebudayaan yang rentan akan konflik walaupun dengan pemicu yang sederhana. Pendapat yang objektif, kredibel dan lepas dari unsur SARA dapat menjadi sarana menjaga kondusivitas keberagaman dan memberikan solusi terhadap masalah yang menimpa Indonesia seperti bom buku tersebut. Waspada harus tetap diwarningkan bagi seluruh lapisan masyarakat di samping adanya tindakan dari kepolisian melacak pelaku tindakan onar tersebut. Dalam mengolah informasi masyarakat pun seharusnya tak cukup dari satu sumber, mencari sumber lain untuk melengkapi informasi, memandang konflik yang ada di masyarakat dari berbagai sudut pandang untuk mendapatkan penilaian yang objektif. Karena konflik suatu negara harus diselesaikan bukan justru menimbulkan konflik baru. Termasuk dalam menilai kasus bom buku. Penilaian objektif berbagai pihak akan meminimalisasi terjadinya konflik berkelanjutan.

Renita Putri Maharani
Mahasiswi Fakultas Psikologi UI
Penerima Beastudi Etos Jakarta
Peserta Student Development Program Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar