menepi dari buih yang berkejaran di tengah lautan
memisahkan diri dari koloni partikel penyusun kehidupan
menyepi dari berbagai kegaduhan alam raya
menyendiri dari kerumunan ambisi makhluk dunia
berjalan di tepian, mengharu biru bertafakur alam,
menikmati liuk daun dimainkan angin,
kristal embun dipapar siluet mentari pagi
berjalan di tepian,
di antara deru dan eksotisnya malam,
tersenyum pada manusia-manusia malam,
menyapa lampion raksasa dan ribuan lampu pijar menghias angkasa
menatap gerobak-gerobak, gedung-gedung pencakar langit, lalu lalang mesin beroda, pengap, sesak
kemudian kembali menggigil
dalam senyapnya malam yang menyembilu
berjalan di tengah hamparan padi nan menguning
menatap mereka dengan sejuta harapan mengenai hari esok
ini hanyalah proses perenungan
melihat dunia dari sisi nan jauh, jauh
berhenti sejenak, sejenak saja
mempertanyakan mengapa anak-anak itu berhenti sekolah
mempertanyakan mengapa mereka meminta-minta
mempertanyakan mengapa mereka hanya makan nasi aking
mempertanyakan mengapa badan mereka kurus kering
mempertanyakan sebuah elegi kemiskinan
berhenti sejenak, sejenak saja
mempertanyakan mengapa ia yang seorang bermobil banyak
mempertanyakan mengapa masa muda itu dihabiskan di diskotik
mempertanyakan mengapa ia mempertaruhkan nyawa di arena balap liar
mempertanyakan mengapa ia membuang-buang makanan enak
mengapa ia begitu mudahnya bersenang-senang
mempertanyakan semua paradoks kehidupan
mempertanyakan mengenai perdamaian
mengenai kesia-siaan usia
mengenai semakin sedikitnya kesempatan di dunia
ini hanyalah proses perenungan
mencoba merasakan sedihnya, kecewanya, bahagianya, semangatnya, putus asanya hidup
darimana tahu makna kehidupan?
dari angin yang meniupkan pengap dan sesak
dari angin yang menghembuskan kesejukan
dari angin yang menyibakkan aroma kematian
dari angin yang menghembuskan keoptimisan
dari realita dan idealita
dari perjalanan-perjalanan
jalan panjang mencapai rumah keabadian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar