Seminggu
menjelajah Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) melalui perjalanan darat, udara dan
sekaligus laut memberikan pengalaman istimewa bagi saya. Yah maklum lah orang
sibuk nggak sempet ada waktu buat kemana-mana (*ceritanya lagi cari-cari alasan
yang agak oke aja ini). Kembali teringat penrnyataan dari Aa’ (ciee Aa’) Pandji
Pragiwaksono di bukunya Nasional.Is.Me yang bilang kalo “Bagaimana mereka bisa
bilang benci Indonesia kalo yang mereka tahu hanya Jakarta? Padahal Indonesia
begitu luas”sebagai respon akan banyaknya yang bilang pesimis, skeptis bahkan benci akan Indonesia, kali ini saya merasakan atmospher itu, melihat betapa indahnya
anugerah Allah atas negeri yang dinamakan Indonesia, Nusantara, Zamrud
Khatulistiwa ini. Inipun baru Nusa Tenggara Barat, di Lombok, di Sumbawa Barat,
di Batu Hijau, sepersekian persen dari seluruh wawasan nusantara.
Perjalanan
ini dimulai dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Denpasar berlanjut ke Bandara Lombok
dan perjalanan laut dari Pelabuhan Kayangan ke Benete. View laut yang sangat
bersih dengan bukit-bukit di kanan kiri, angin laut yang memanjakan siapapun yang
berada di deck atas boat, kemudian perjalanan darat ke sebuah lokasi pertambangan
yang semakin membuat saya berdecak kagum, “The wealth of Indonesia, the real rich
country. When they aware about this, how about the nation?” teringat
kembali kata Bung Karno “Jangan serahkan kekayaan Indonesia pada orang asing,
biarkan kekayaan itu tetap berada di tanah Indonesia sampai anak cucu kita
mampu untuk menggali dan memanfaatkannya” akan tetapi entah dengan pertimbangan
apa, tanah ini pun sudah digali, kekayaan itu telah dimanfaatkan, apakah putra
bangsa memang telah mampu menggalinya? Mungkin.
Beranjak
menuju destinasi wisata di Sumbawa Barat, Pantai Maluk dengan konservasi
penyunya. Di sini selain melihat pantai yang indah dengan pasir lembutnya kita
juga dapat melihat penangkaran penyu yang setiap kali siap, anak penyu akan
dilepaskan ke laut. Pantai Maluk juga menyajikan makanan khas Sumbawa yang
dapat dinikmati bersama partner jalan-jalan kita. Suasana semakin mengasyikkan
ketika perut yang lapar setelah puas melepas penat di indahnya pantai kemudian
dimanjakan dengan dendeng, plecing kangkung dan ayam taliwang khas Sumbawa Barat.
Destinasi kedua saya dan teman-teman saat itu adalah Pantai Tropical, pantai
dengan butiran pasir lada dan suasana sunset yang begitu indah, batu-batuan
karang yang cantik terlihat semakin mempercantik pasir di pantai tropical.
Pantai Lawar dengan ombaknya yang besar serta pantai rantung yang menjadi
lokasi tujuan turis untuk berselancar.
Sumbawa
Barat pun khas dengan kain songketnya, ayam bakar Taliwang dan berbagai kuliner
yang unik. Jika anda membutuhkan informasi lebih mengenai destinasi wisata di
Sumbawa, monggo lah dicek www.alambudaya.com
nya mas Barry Kusuma yang kebetulan kami melakukan perjalanan yang sama, namun
karena memang beliau adalah seorang travel blogger, anda akan memperoleh
informasi yang lebih komperehensif. Sementara saya di sini justru akan membahas
mengenai insight lain yang saya peroleh dalam perjalanan kemarin.
Yakni
mengenai cinta tanah air. Betapa bibir saya senantiasa bergetar setiap kali
menyaksikan keindahan alam negeri ini seraya menggumamkan “Allah, terimakasih
atas Indonesia", ketika mata berkaca-kaca menyaksikan betapa kayanya Indonesia,
betapa berpotensinya Indonesia namun ketika itu pula teringat akan anak jalanan
dan pengemis di kereta ekonomi dan terminal-terminal di Jakarta atau
kasus-kasus korupsi yang semakin merajalela. Sebuah paradoks yang ketika
dipikirkan membuat kepala semakin pening sebenarnya.
Mengunjungi
sebanyak mungkin wilayah Indonesia merupakan sebuah perjalanan spiritual untuk
kembali memperbaharui makna cinta tanah air, sebuah pengembaraan untuk mengenal
siapa Indonesia dan mengapa pantas serta harus untuk memperjuangkan
kehormatannya. Karena Indonesia tanah
surga, karena Indonesia anugerah, karena Indonesia begitu menawan. Dan proses
untuk mencetuskan nama Republik Indonesia pun melalui rangkaian panjang
perjuangan yang heroik, menginspirasi bagi siapapun yang mempelajari
sejarahnya. Dan sekarang bukan lagi mau atau tidak mau mengabdi pada bangsa dan
negara akan tetapi memang harus mengabdi pada Indonesia, tinggal semaksimal apa
pengabdian itu dilakukan, atas dasar cinta atau sekedar menggugurkan kewajiban.
Aku
cinta Indonesia! Dalam hati senantiasa berdoa semoga ini bukan hanya sekadar
kata. Karena bagiku cinta itu pembuktian. Dan aku akan terus berjalan,
melakukan pengembaraan untuk lebih mengenalmu, Indonesia. Next destination
berharap semoga terwujud, Minahasa dan Aceh.
gambar:dokumentasi PT NNT
gambar:dokumentasi PT NNT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar