Mahabbah adalah kejernihan cinta, ia adalah kekuatan, ketinggian, dan besarnya keinginan hati kepada yang dicintai. Karena pertautannya dengan yang ia cinta dan inginkan. Mahabbah adalah keteguhan keingingan kepada yang dicinta. Ia adalah kehendak untuk selalu bersama, dan keengganan meninggalkannya agar sang pencinta bisa memberikan hal paling berharga yang dimilikinya pada yang dicintainya. Yakni hatinya (Ibnul Qayyim Al Jauziah)
Mungkin
hatiku memang sudah sedemikian dalamnya terpaut pada komunitas ini, tak peduli berapa
banyak orang di luar sana yang akan berkata betapa sempitnya pikiranku, betapa
berlebihannya sikapku atau apalah yang aku tak akan pernah mempedulikannya.
Setulusnya rasa terimakasih menjadi awal semuanya, ketika berbagai
ketidakmungkinan mampu aku patahkan, ketika berbagai ketakutan dan kekhawatiran
terjawab dengan satu pesan, “Selamat anda diterima di beastudi Etos”.
Hari
itu, 17 Agustus 2010 sampai hari ini 27 Mei 2012. Bukan waktu yang singkat
ketika aku harus belajar berbagai hal yang benar-benar baru, ketika aku harus
percaya pada personal adjusmentku
bahwa aku mampu menyesuaikan diri, ketika perlahan-lahan aku harus meruntuhkan
benteng-benteng egois dan keras kepala yang selama ini terpatri sebagai
perlindungan di dalam hati. Ketika aku harus memahami sistem yang sulit aku
mengerti mengapa harus begini dan mengapa harus begitu, mempelajari karakter
belasan anak manusia yang berasal dari berbagai latar belakang pola asuh orang
tua dan pola asuh lingkungan, mempelajari untuk kemudian memahami, yang bahkan
sampai hari ini masih terus belajar memahami dan mencoba menempatkan diri di
antara mereka.
Namun
waktu satu tahun sembilan bulan ini bukan waktu yang lama ketika aku menyadari
bahwa sisa waktuku di sini tak lebih banyak dari waktu yang telah aku lewatkan,
ketika hati-hati mulai terpaut oleh rasa saling memiliki. Ketika rasa cinta
yang dulu aku sangsikan akan aku miliki kini telah memenuhi sebagian ruang
dalam hati. Ketika aku menyadari bahwa masaku di sini akan segera berakhir, dan
bayangan bahwa kelelahan-kelelahan yang membahagiakan itu tak lagi dapat aku
rasakan di sini seperti hari-hari kemarin, di saat aku menyadari bahwa waktuku
untuk memberikan pengabdian terbaik tinggal beberapa bulan lagi sementara sampai
hari ini aku belum mampu memberikan apa-apa. Maka apalagi yang bisa aku berikan
jika bukan hati ini.
Suatu
paradoksal ketika hati mulai bicara mengenai cinta, cinta mendalam dengan
lingkungan ini, suasana dalam komunitas ini, berbagai kegiatan yang lalu,
dengan orang-orang di sini, dengan sistem komunitas ini namun aku tak mampu
menjadi salah satu orang yang dimaksud dalam visi berdirinya komunitas ini
“Terdepan dalam membentuk sumber daya unggul dan mandiri”. Rasanya ingin
melontarkan rutukan, makian, cacian membodoh-bodohkan diri ini. Betapa banyak
waktu yang aku sia-siakan selama ini, puluhan kesempatan yang aku telah
lewatkan, usaha yang sangat melelahkan namun tak kuiringi dengan doa terbaik
hingga tak membuahkan hasil yang diberkahi-Nya, tekad yang belum sekeras baja, pemberontakan-pemberontakan
masa itu yang kini aku sadari sebagai tindakan parokialku yang sangat- sangat
bodoh.
Dan
dalam dekapan ukhuwah kita menginsyafi bahwa sebagaimana kemampuan memimpin,
kemampuan menjalin hubungan adalah juga paduan dari kecenderungan dan
pembelajaran (SAF). Betapa banyak tutur, ekspresi dan tingkah laku dalam
kebersamaan yang menimbulkan goresan luka di bagian paling sensitif, hati
kalian. Betapa banyak senyum getir makna kesal, dengki, benci, buruk sangka dan
perkataan yang tak pantas yang mungkin sampai hari ini masih menyisakan luka
menganga di hati kalian. Berbagai kesalahpahaman yang entah kapan bisa
terselesaikan. Sungguh aku tak ubahnya manusia hina yang impulsif dan belum
sempurna dalam mengendalikan diri. Namun bencilah kesalahanku, jangan
membenciku. Karena dalam persaudaraan, kelembutan nurani memberi kita sekeping
mata uang yang paling mahal untuk membayarnya, di satu sisi mata uang itu
bertuliskan “akuilah kesalahanmu” dan sisi lain berukir kalimat “maafkanlah
saudaramu yang bersalah”.
Masih
ada waktu sampai Juli 2013 berakhir, ketika hasil SNMPTN dan pengumuman tahap
akhir beastudi Etos menghadirkan generasi baru Etos Jakarta angkatan 2013.
Waktu yang akan terasa sangat cepat ketika kita kembali bergumul dengan dunia
kampus yang menguras tenaga, dengan berbagai kegiatan finansial serta kegiatan
bersama untuk masyarakat yang menjadi ciri khas kita. Dan apa resolusi kita
untuk satu periode ke depan? FAS? OKE Jakarta 2012? TOENAS 2013? Seleksi Etos
2013? BEE 2012-2013? Itu suatu kontribusi yang niscaya. Yang aku ingin adalah
terhapusnya paradoks ini. Ketika kecintaan dengan Etos mampu dibuktikan dengan
pengabdian terbaik, ketika pelajaran menjalin hubungan akan terus dipelajari,
ketika kita mampu mempersiapkan diri menuju akhir program dengan khusnul
khotimah. Ketika kehidupan pasca Etos merupakan pembuktian keberhasilan
program, ketika hati ini dengan setulusnya hendak memberikan yang terbaik. Maka
ingin rasanya kita dapat menyatukan hati, saling menguatkan untuk memberi
pengabdian terbaik, untuk menyatakan cinta dengan
cara terbaik, dan aku membutuhkan bantuanmu, kawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar