Kamis, 20 Desember 2012

Semuanya Selesai di Meja Makan (Episode SMB Batu Hijau)



Makan bersama diiringi dengan obrolan ringan baik itu dengan orang yang baru saja kita kenal atau yang sudah sejak lama kita kenal akan selalu menjadi momen istimewa dan menurut saya akan sangat bermanfaat bagi hubungan anda. Hubungan apapun itu. Setidaknya pernyataan “Semua selesai di meja makan”bisa lah ya diterapkan. Makan bersama bagi hubungan yang baru saja terjalin akan mempercepat proses pengakraban, apalagi bagi yang sudah lama menjalin hubungan, pertemanan katakanlah, akan semakin mempererat hubungan yang terjalin. Mengapa? Menurut hirearki kebutuhan Maslow, manusia mempunyai 5 kebutuhan dasar yang apabila tercapai semuanya maka ia akan menjadi manusia paling bahagia seluruh dunia (ini bahasa alaynya saya aja sih, tapi kalo Maslownya beneran ada nih), kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan terhadap rasa aman, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk dihargai atau penghargaan, dan yang tertinggi: kebutuhan akan aktualisasi diri.Menurut saya ketika makan, terjadi pemenuhan fisiologis karena rasa lapar untuk berikutnya telah berhasil diatasi, kebutuhan untuk dihargai pun terpenuhi ketika momen disetting makan dengan ngobrol santai, masing-masing dari kita tentu akan feel free untuk menceritakan apa yang pengen ia ceritakan, apalagi ketika pertama kali bertemu, suasana makan menjadi momen yang sangat cocok untuk bertukar pengalaman.

Hal ini saya rasakan di beberapa komunitas tempat saya berada, begitu halnya yang saya hayati dari proses bertemunya saya dengan beberapa teman yang mengikuti rangkaian Sustainable Mining Bootcamp-nya PT NNT bulan lalu, benar-benar baru mengenal hari itu juga, makan yang pertama masih kaku, obrolan baru berkisar pada tanya nama dan asal darimana, hanya satu orang yang dominan yang mengakunya sebagai senior citizen si Mas Cumi menceritakan segala hal mulai dari A sampai E. (Untuk makan pertama baru sampai E). Pada momen-momen makan berikutnya sungguh akselerasi perkenalan itu begitu cepat, topik pembahasannya pun beranekaragam, mulai dari membahas makanan sampai akhirnya bully-membully. Prestasinya adalah, meski hanya satu minggu, kedekatan yang terjalin satu sama lain cukup akrab, perkenalan yang tidak bisa dianggap biasa saja tentu saja. Dan keluarga besar Sustainable Mining Bootcamp telah mengajarkan saya banyak hal, mengenai berpikir simpel namun strategis, mengenai proses mengenal, penerimaan dan berjuang bersama, bagaimana berpikir kritis dan memandang kehidupan dengan penuh kesyukuran. Pengen banget jalan-jalan bareng mereka lagi, berharap bisa ke Minahasa bareng deh ya.

Pembahasan di meja makan dijamin ujung-ujungnya baik. Asal dikondisikan aja, apalagi kalau makanannya enak, hehe. Selamat mencoba

Sumbawa, Sebuah Episode untuk Kembali Mengatakan “Aku Cinta Indonesia”



Seminggu menjelajah Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) melalui perjalanan darat, udara dan sekaligus laut memberikan pengalaman istimewa bagi saya. Yah maklum lah orang sibuk nggak sempet ada waktu buat kemana-mana (*ceritanya lagi cari-cari alasan yang agak oke aja ini). Kembali teringat penrnyataan dari Aa’ (ciee Aa’) Pandji Pragiwaksono di bukunya Nasional.Is.Me yang bilang kalo “Bagaimana mereka bisa bilang benci Indonesia kalo yang mereka tahu hanya Jakarta? Padahal Indonesia begitu luas”sebagai respon akan banyaknya yang bilang pesimis, skeptis bahkan benci akan Indonesia, kali ini saya merasakan atmospher itu, melihat betapa indahnya anugerah Allah atas negeri yang dinamakan Indonesia, Nusantara, Zamrud Khatulistiwa ini. Inipun baru Nusa Tenggara Barat, di Lombok, di Sumbawa Barat, di Batu Hijau, sepersekian persen dari seluruh wawasan nusantara.
Perjalanan ini dimulai dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Denpasar berlanjut ke Bandara Lombok dan perjalanan laut dari Pelabuhan Kayangan ke Benete. View laut yang sangat bersih dengan bukit-bukit di kanan kiri, angin laut yang memanjakan siapapun yang berada di deck atas boat, kemudian perjalanan darat ke sebuah lokasi pertambangan yang semakin membuat saya berdecak kagum, “The wealth of Indonesia, the real rich country. When they aware about this, how about the nation?” teringat kembali kata Bung Karno “Jangan serahkan kekayaan Indonesia pada orang asing, biarkan kekayaan itu tetap berada di tanah Indonesia sampai anak cucu kita mampu untuk menggali dan memanfaatkannya” akan tetapi entah dengan pertimbangan apa, tanah ini pun sudah digali, kekayaan itu telah dimanfaatkan, apakah putra bangsa memang telah mampu menggalinya? Mungkin.
Beranjak menuju destinasi wisata di Sumbawa Barat, Pantai Maluk dengan konservasi penyunya. Di sini selain melihat pantai yang indah dengan pasir lembutnya kita juga dapat melihat penangkaran penyu yang setiap kali siap, anak penyu akan dilepaskan ke laut. Pantai Maluk juga menyajikan makanan khas Sumbawa yang dapat dinikmati bersama partner jalan-jalan kita. Suasana semakin mengasyikkan ketika perut yang lapar setelah puas melepas penat di indahnya pantai kemudian dimanjakan dengan dendeng, plecing kangkung dan ayam taliwang khas Sumbawa Barat. Destinasi kedua saya dan teman-teman saat itu adalah Pantai Tropical, pantai dengan butiran pasir lada dan suasana sunset yang begitu indah, batu-batuan karang yang cantik terlihat semakin mempercantik pasir di pantai tropical. Pantai Lawar dengan ombaknya yang besar serta pantai rantung yang menjadi lokasi tujuan turis untuk berselancar.
Sumbawa Barat pun khas dengan kain songketnya, ayam bakar Taliwang dan berbagai kuliner yang unik. Jika anda membutuhkan informasi lebih mengenai destinasi wisata di Sumbawa, monggo lah dicek www.alambudaya.com nya mas Barry Kusuma yang kebetulan kami melakukan perjalanan yang sama, namun karena memang beliau adalah seorang travel blogger, anda akan memperoleh informasi yang lebih komperehensif. Sementara saya di sini justru akan membahas mengenai insight lain yang saya peroleh dalam perjalanan kemarin.
Yakni mengenai cinta tanah air. Betapa bibir saya senantiasa bergetar setiap kali menyaksikan keindahan alam negeri ini seraya menggumamkan “Allah, terimakasih atas Indonesia", ketika mata berkaca-kaca menyaksikan betapa kayanya Indonesia, betapa berpotensinya Indonesia namun ketika itu pula teringat akan anak jalanan dan pengemis di kereta ekonomi dan terminal-terminal di Jakarta atau kasus-kasus korupsi yang semakin merajalela. Sebuah paradoks yang ketika dipikirkan membuat kepala semakin pening sebenarnya.
Mengunjungi sebanyak mungkin wilayah Indonesia merupakan sebuah perjalanan spiritual untuk kembali memperbaharui makna cinta tanah air, sebuah pengembaraan untuk mengenal siapa Indonesia dan mengapa pantas serta harus untuk memperjuangkan kehormatannya. Karena Indonesia tanah  surga, karena Indonesia anugerah, karena Indonesia begitu menawan. Dan proses untuk mencetuskan nama Republik Indonesia pun melalui rangkaian panjang perjuangan yang heroik, menginspirasi bagi siapapun yang mempelajari sejarahnya. Dan sekarang bukan lagi mau atau tidak mau mengabdi pada bangsa dan negara akan tetapi memang harus mengabdi pada Indonesia, tinggal semaksimal apa pengabdian itu dilakukan, atas dasar cinta atau sekedar menggugurkan kewajiban.
Aku cinta Indonesia! Dalam hati senantiasa berdoa semoga ini bukan hanya sekadar kata. Karena bagiku cinta itu pembuktian. Dan aku akan terus berjalan, melakukan pengembaraan untuk lebih mengenalmu, Indonesia. Next destination berharap semoga terwujud, Minahasa dan Aceh.


gambar:dokumentasi PT NNT

Strategi Serdadu Kumbang PT NNT untuk Indonesia



                Salah satu fenomena menarik dari perusahaan tambang di Indonesia adalah kemampuannya mengubah gunung yang menjulang tinggi di atas permukaan laut menjadi “semacam” palung yang jauh berada di bawah permukaan air laut, ketika ia tetap menjadi gunung tak termanfaatkan dengan baik potensinya, namun ketika berubah bentuk 1800 potensi yang dikandungnya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi  kebutuhan utama manusia. Mari sejenak melihat di sekeliling kita, darimana asal laptop yang saat ini sedang kamu pantenin? Handphone yang tak pernah lepas dari genggaman itu? Kabel listrik di seantero negeri? Bahkan ujung pena kita pun merupakan hasil tambang. Tidak bisa dinafikkan ketika suatu tempat antah berantah yang semula nampak begitu indah namun mistis belum terjamah mendadak dibuka menjadi area tambang yang luas dan serba modern maka akan banyak perubahan lain yang menyertainya mulai dari permasalahan lingkungan hidup, munculnya kewajiban-kewajiban baru, pola kehidupan sosial, semakin banyaknya pihak yang berkepentingan dsb. Hal inilah yang menjadikan isu pertambangan masih selalu saja menjadi kontroversi padahal kebutuhan akan bahan tambang pun masih belum ada alternatif penggantinya di sisi lain semakin banyak perusahaan yang melihat dunia pertambangan sebagai peluang menggali keuntungan  besar.

                Kegiatan pertambangan bagi mereka yang masih mempunyai keluhuran nilai-nilai dalam kehidupan tentu tidak hanya dipandang oportunis sebagai pemenuhan kebutuhan atau mencari keuntungan sebanyak-banyaknya akan tetapi juga mempertahankan keseimbangan alam dan tanggung jawab terhadap tanah air karena sesuai hukum yang berlaku bahwasanya sumber daya alam Indonesia merupakan milik negara dan dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan rakyat Indonesia. Sebagai bentuk keluhuran nilai-nilai tersebut, keamanan dalam proses pertambangan, pengalokasian distribusi keuntungan hasil tambang secara bijaksana, tanggung jawab sosial serta proses recovery lahan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

                Menilik proses tambang PT Newmont Nusa Tenggara sebagaimana telah saya ungkapkan di tulisan saya sebelumnya, proper hijau dari Kementerian ESDM dan KLH sebagai penilaian atas pengelolaan limbah dan proses pertambangan seharusnya tidak menjadikan PT NNT merasa puas terlalu dini karena masih ada proper gold yang belum pernah diraihnya, untuk itu perbaikan harus terus menerus dilakukan. Berikut ini saya tak akan lagi membahas mengenai proper hijau yang diperoleh PT NNT, bidang enviro maupun CSRnya, akan tetapi akan membahas mengenai sesuatu yang cukup membuat saya bergumam “Ooh”..

                Ya, beberapa waktu lalu saya menyaksikan sebuah  film  dimana credit title di akhir film terdapat lambang PT NNT sebagai sponsor utama dan beberapa waktu kemudian saya mengikuti kegiatan dari perusahaan yang memiliki logo tersebut, Sustainable Mining Bootcamp di Batu Hijau Sumbawa Barat. Serdadu kumbang judul film tersebut, disutradarai oleh Ari Sihasale dengan produser Nia Zulkarnein garapan rumah produksi Alenia Picture mengisahkan tentang potret pendidikan di pedalaman Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat yang digambarkan dalam berbagai aspek mulai dari sistem pendidikan formal di sekolah yang tidak konsisten dalam metode pengajaran yang terlalu tegas dengan kekerasan di sisi lain asertif dan persuasif, pendidikan non formal oleh  guru ngaji desa yang mengajarkan kebijaksanaan, kontroversi Ujian Nasional yang membuat tokoh Minun seorang anak cerdas yang pernah menjuarai olimpiade tidak lulus ujian SMP, mimpi seorang anak dengan bibir sumbing untuk menjadi presenter film dibumbui dengan budaya asli Sumbawa dengan rumah panggung, banyaknya masyarakat desa yang buta huruf, mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, kebijaksanaan tokoh masyarakat dan sedikit gambaran mengenai TKI yang pulang kampung. Meski terkesan kurang fokus dalam menampilkan pesan dan alur yang ingin disampaikan, film ini mampu memberikan gambaran bahwa inilah wajah pendidikan di Indonesia sekaligus sebagai alternatif tontonan edukatif bagi anak-anak Indonesia di tengah film horor esek-esek yang sama sekali tidak mendidik.

                Dan ternyata PT NNT mengambil bagian sebagai sponsor utama. Apapun yang menjadi pertimbangannya ketika teken kerjasama terjadi setidaknya PT NNT telah terlibat dalam munculnya multiplier effect pasca pemroduksian film tersebut. Beberapa hal yang saya pandang sebagai dampak baik dari film tersebut adalah semakin banyaknya stimulus bagi masyarakat Indonesia untuk mengkritisi film yang mereka tonton, semakin informatif dalam memberikan gambaran mengenai pendidikan di Indonesia yang siapa tahu akan membangkitkan pemikiran-pemikiran cerdas dari audiens mengenai solusi terbaik yang ditawarkan, film ini turut memperkenalkan satu lagi view pedalaman Indonesia yang maha indah yang dapat dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata dan mungkin saja pemerintah akan lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokasi pengambilan gambar, proses dalam film ini juga memberikan pengalaman baru bagi anak-anak desa Mantar Sumbawa Barat untuk mengenal bagaimana proses casting dan shooting, memperkenalkan banyak profesi di dunia perfilman yang sebelumnya belum pernah mereka ketahui serta bagi PT NNT sendiri, subliminal effect dengan menampilkan logo PT NNT di akhir film siapa tahu dapat menjadi sarana publikasi mengenai keberadaan PT NNT.

                Strategi perusahaan dalam memberikan tanggung jawab sosial melalui keikutsertaan dalam menciptakan ide kreatif dan edukatif untuk Indonesia (seperti fim misalnya) menjadi menarik dan menguntungkan banyak pihak, baik itu sineas, perusahaan itu sendiri, para pemeran maupun masyarakat umum sebagai konsumen. Turut  berperan pula dalam perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, generasi muda Indonesia ketika ide-ide kreatif  dan edukatif semakin diekspos mengungguli berbagai tayangan maupun hal-hal yang merusak nilai-nilai keluhuran yang terkandung dalam Pancasila. Menjadi apa Indonesia ke depan bergantung pada masyarakatnya yang akan membuatnya berdiri bangga di kancah dunia dengan tenggeran gagah burung garuda, merah putih, pancasila dan bahasa Indonesia atau terpuruk dengan degradasi moral, menjadi bangsa pengekor, boros, latah style baru dan serba terbelakang, itu semua tergantung kemauan kita membawa perubahan positif tersebut. Ketika PT NNT mampu membantu perubahan itu melalui dana besar yang dimilikinya, maka kita anak muda berkarya melalui ide-ide brilian yang akan semakin dahsyat luar biasa ketika semakin diasah.

Kamis, 06 Desember 2012

Sendu Sayu Semu


Lengang senja jingga gelap pojok kota
Teralienasi dari ramai, gaduh, sibuk
pelik penuh intriknya jantung peradaban
Menyepi di tengah kenyataan tak dikehendaki
Melarikan diri mendistorsi takdir manusia tertolak
Dalam buaian kabut alam pekat menawan
Di antara rinai gerimis menyemburat magis

Serambi saung reyot kemudian memproyeksi cerita
Tentang renjana, tentang keterasingan
Sesosok rapuh menekur menggigil
Takut-takut mempertanyakan takdir
Lalu tenggelam dalam cengkeraman cemas
Dispersi binar frekuensi lemah itu
siratkan sejuta makna
Akan harap, putus asa dan kecewa

Lamunan sendu itu menyapaku
Menyergapku dalam rasa bersalah
Sayu, sesayu hatiku saat ini
Trenyuh di tengah kerapuhanku sendiri
Semu sungguh semu senja itu
Maya dan nyata berpadu semu
Hingga sulit kusadari dimana aku berdiri
Mataku dan matanya pun berpadu
Kesenduan yang bertemu dan semakin sendu
Dan aku masih tak mengerti dimana aku




02 Desember 2012
23:12