Selasa, 21 Februari 2012

Ketika Malam Itu Semua Terjawab



Aku pun pulang dengan terengah-engah, lari terbirit-birit selama sepuluh menit membuatku amat lelah. Bayangan sosok hitam mengerikan itu masih memenuhi otakku, mengejarku di perjalanan pulang seolah mengancam jiwaku, antara kenyataan dan halusinasi, entahlah. Nafasku masih tersengal, kubuka pintu asrama, untung sudah ada yang pulang. Segera kududuk di sofa ruang tengah dimana Rian dan Dita sedang bermain catur. Huft! Kuraba kepalaku yang semakin pening, kulepas tas dan kuletakkan buku statistik yang sedari tadi membuatku kepayahan saking beratnya. Kuatur nafas dan mencoba berpikir lebih tenang, siapa tadi?
“Hai La, kenapa kamu?” sapa Rian ditengah konsentrasinya pada papan catur
“Ah, ga apa-apa. Udah jam setengah sembilan malem, mana yang lain?”
“Ni ada Gue sama Rian. Ayya lagi ngerjain tugas di kosan temen, dia ga pulang. Sita sama Rini pulang ke rumah. Putri, Anil sama Siska ada tu di kamar masing-masing. Lo kenapa baru pulang La? Ngos-ngosan gitu pula. Abis dikejar anjing rektorat Lo? haha” Dita yang dari tadi fokus menjalankan kuda di atas papan caturnya pun mengomentari pertanyaanku.
“Haha, anjing rektorat mah udah bersahabat sama gue. Cukup sekali gigit sepatu gue trus kapok deh tu anjing item. Mabok kali ye gigit sepatu yang abis jatuh ke got, hehehe. Hmm, iya ni baru pulang, tadi musti rapat BPH SAK dulu”
“Wah, gimana perkembangan SAK nya? Acara jadi fix kapan? Aku pastikan ya, SAK tahun ini harus lebih keren dari tahun lalu.” Rian, anak hukum ini memang selalu tertarik dengan isu-isu hukum yang ada di UI. Termasuk event yang diadakan kajian strategis Fakultas Psikologi ini, Sekolah Anti Korupsi. Suatu event memperingati Hari Anti Korupsi tanggal 9 Desember nanti.
“Pasti lah, Lo liat aja Ri, pasti heboh deh SAK tahun ini. Tanggal 8-15 Desember Insya Allah. Lo mau ikut pelatihannya?”
“Enggak, aku ada lomba simulasi sidang di MK tanggal itu. Aku ikut seminar yang buat umumnya aja deh. Ntar aku tanya materi pelatihannya ke kamu, oke?”
“Wuih, ikut lomba lagi Lo? Mantap jaya! Oke, kebetulan tahun ini bakal ada sekali Semnas, sekali bedah kasus KPK, sekali diskusi publik. Ketiganya bisa diikuti oleh umum. Lo ikut aja”
“Wuih asyik bener. Wah makin oke aja nih kontennya”
“Siapa dulu PJ Acaranya? Nahla! Haha. Gue ke kamar ya, capek, mau ngerjain tugas juga”
“Eh tunggu La, ni tadi pagi Lo dapet kiriman dari siapa ga tau, tiba-tiba di depan pintu gitu aja. Mana gede gini”
“Heh dari siapa Dit? Sini, gue lihat”
            Bingkisan itu, sebuah kardus berukuran 30x30x20 cm3, terlalu besar jika di dalamnya hanya coklat yang biasa dikirim Aldo dari rumahnya, apalagi ini belum hari Sabtu, jadi Aldo nggak mungkin kirim coklat. Atau bunga yang dikirim si Joni? Ah tapi nggak mungkin bunga disekap di ruang gelap macam ini, pikirku. Jangan-jangan bom buku, pikirku heuristik.
“Kira-kira apa isinya ya Ri, Dit”
“Yaudah kamu buka aja La”ujar Rian sambil berpikir untuk menjalankan ster caturnya
“Gue khawatir ini bom buku, Sistaa”
“Yaelah Nahlaa, hahaha. Bom buku, kriminal banget deh. Udah buka aja, siapa tau makanan dari Nyokapnya Farid, bisa makan malem enak deh kita”
“Aaaaaaaa... Astaghfirullah, astaghfirullah Rian, Ditaa!!!” sontak aku berlari ke arah mereka, menabrak meja tempat mereka bermain catur dan memporak-porandakan benteng peperangan catur yang mereka buat.
“Ada apa sih La?” kata Dita
“Kalian lihat itu”
“Astaghfirullah sungguh keterlaluan ini.”kataku sambil membersihkan muka dan kaosku.
Kuatur detak jantungku, kuambil napas dalam-dalam dan mulai mendekati kotak itu lagi. Bagiku, tidak mungkin membuang kotak itu begitu saja sementara aku yakin pasti ada sesuatu di balik itu. Kubuka dan kupastikan apa yang ada di kotak yang semula aku kira kue kiriman dari Mama Farid tersebut. Sebuah benda bermesin hidraulik berbentuk silinder yang bisa menyemburkan cairan berwarna merah darah ketika tutup kotak yang berfungsi sebagai penahannya dibuka, kepala boneka berbentuk bayi yang dipisahkan dari badannya serta secarik kertas yang ditulis dengan tinta merah.
“Hei, mahasiswa sekarang banyak tingkah ya! Kau pikir mudah berantas korupsi? Hahaha. Urusin tu IP biar 4. Ga usah berlagak ngurusin politik! Awas macam2!”
Seketika lemaslah ujung kepala hingga ujung kakiku. Ini adalah kali kedua dalam dua pekan ini setelah sebelumnya aku dibuat jantungan karena loker bukuku di kampus tiba-tiba terdapat bingkisan misterius yang serupa. Aku ingat persis ketika seekor tikus yang mati berlumuran darah serta secarik kertas dengan tinta serupa bertuliskan “Selamat datang di permainan kami. Jika tak cerdas, yakinlah bahwa nasibmu tak akan jauh lebih beruntung dari tikus ini! Selamat berjuang!”
Dua kejadian ini meyakinkanku bahwa ada orang yang tengah mengintaiku, mengintai apa yang aku lakukan tepatnya. Sungguh ketakutan luar biasa merasuk dalam pori-pori kulitku, semakin merasuk ke dalam tubuhku, ke setiap aliran darahku, merasuk ke dalam jantungku yang kemudian berdegup kencang kemudian merasuk dalam otakku, mengolah informasi, lobus parietalku penuh dengan gejolak emosi yang tak terdefinisi. Takut, marah, benci dan berbagai perasaan yang berkecamuk. “Tuhan aku belum mau mati sekarang”
“Apa maksud Lo, Nahla?” Dita dengan cepatnya menganggapi pernyataan putus asaku.
“Ya ampun Nahla, ini jahat banget yang ngirim. Kamu lagi ada masalah sama siapa?” Rian dengan penuh perhatiannya menghampiriku, meraih tanganku untuk diajaknya duduk di sofa, menenangkanku.
“Gue ga tau gue ada masalah sama siapa. Setau gue, temen-temen di kampus baik-baik aja. Tolong buang jauh-jauh kotak itu, kecuali surat yang ada di dalemnya, gue mau selidiki”
“Selidiki La? Lo yakin bisa? Hati-hati ya” Dita meragukan ucapanku
“Bisa La, aku bantu dengan sedikit ilmuku di Fakultas Hukum” Rian menyela dan menguatkanku
“Gue yakin gue tahu maksud semua ini Dit. Thanks Ri, gue bakal konsultasi ama Lo kalo ada yang gue bingungin. Tapi untuk sekarang gue berjalan sendiri dulu aja. Gue capek, gue ke atas ya” kataku sambil mengambil surat yang dipegang Rian
“Lo berani tidur sendiri La? Tidur bareng gue aja La. Gue khawatir orang jahat ini bakal berbuat apa-apa sama Lo”
“Iya La, atau tidur sama aku?” Rian menawarkan diri
“Thanks all of you, Guys. Ga apa-apa gue tidur sendiri, In syaa Allah baik-baik aja kok”
“Tuhan aku belum mau mati, sebelum aku tahu siapa di balik semua ini. Bantu aku Ya Rabb” gumamku sepanjang perjalanan menuju kamar. Dan inilah malam pertamaku dengan rasa penasaranku.

“Lo ga bisa memutuskan sepihak buat meniadakan acara ini Nahla! Lo tau udah sebegini keras panitia berjuang. Apa sih yang bikin Lo kayak gini?”
“Tiko, gue ga mau terus menerus diteror kayak gini, gue juga punya hak buat bebas dan merasa tenang. Tapi sejak gabung di SAK ini hidup gue diintai Ko. Plis, udah tiga kali gue ngalamin hal serupa, Tiko”
“Apa yang ngebuat Lo yakin kalo ini gara-gara Lo gabung di SAK? Dan apa ada jaminan kalo SAK batal semuanya akan selesai? Jangan gegabah Nahla!”
“Plis Lo baca surat-surat yang dia kasih. Semuanya bilang tentang korupsi, politik. Gue ga bisa setiap kali balik ke asrama musti dicekam ketakutan yang sama, gue ga bisa Tiko. Dara sama Aldi udah resign Ko, gue nggak mau semakin banyak lagi panitia SAK yang resign atau terguncang jiwanya, gue nggak mau Ko” Akupun menangis kala itu, perasaanku begitu kacau, mengapa Tiko sang Project Officer tak sepeka itu pada nasib buruk yang mengancamku, dan mungkin mengancam seluruh panitia SAK.
“Baiklah Tiko, SAK akan tetap ada, tapi maaf, gue bakal resign”
“Tidak Nahla, kita jalani ini bareng-bareng. Gue tahu apa yang selama ini Lo alami. Gue ngerti ketakutan itu, ancaman itu, gue paham” Suara Tiko mendadak menghilang, tercekat di tenggorokan dengan desahan ringan. Ia pun mengayunkan kakinya dengan malas keluar sekretariat BEM. Badannya sedikit terhuyung kuperhatikan dari belakang. Ia tampak, sedikit putus asa.
“Tiko, plis liat gue. Lo belum mengatakan iya. Tiko gue mohon” Kataku seraya memaksa Tiko membalikkan badannya.
“Nahla, Lo pikir rasa takut itu Lo doang yang ngerasain? Teror itu, Lo pikir Cuma Elo yang dapet?” Tiko membentakku, ia melanjutkan langkahnya tanpa menengok ke arahku sedikitpun
“Teror itu, Tiko, juga diteror. Oh God, what the hell”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Silakan bagi kalian yang tidak sanggup menghadapi tantangan menyukseskan SAK untuk mengundurkan diri, karena saya tidak membutuhkan partner kerja yang terpaksa bekerja dengan saya. SAK merupakan salah satu bentuk kontribusi kita, tujuan SAK sebagaimana telah diutarakan oleh kakak-kakak senior kita yang begitu mulia, namun jika pada akhirnya dari kalian ada yang ingin menyerah, silakan.”itulah kata penutup pleno SAK malam harinya. Tiko benar-benar marah.
Tiga hari aku tak menjumpai Tiko, hanya sekali sewaktu rapat BPH, itupun ia hanya datang memimpin rapat dan kemudian pergi tanpa mempedulikan keberadaanku. Tak seperti biasanya, ia begitu murung, tidak bergairah menceritakan pengalaman barunya serta progress SAK tiap harinya kepadaku. Tiko, aku kehilangan sosok sahabat, teman berbagi cerita, taman bermimpi dan mewujudkan mimpi itu, teman SMA ku yang kini menjadi bosku dalam suatu kepanitiaan besar. Keesokan harinya seusai jam kuliah psikologi perkembangan dimana aku dan Tiko kebetulan berada dalam satu kelas yang sama aku mengikuti Tiko keluar kelas, ia masih murung, terdiam, dan yang lebih mencengangkan, kepalanya kini terbalut oleh perban. Aku memanggil namanya namun ia tak menoleh sedikitpun, akhirnya aku mengejarnya, menarik tangannya dan mengajaknya duduk di sebuah bangku semen di taman akademos. Aku harus bicara dengan Tiko.
“Tiko Lo nggak mau cerita sama Gue?”
“Bukannya Lo mau resign?”
“Maafin gue Ko, setelah gue pikir SAK emang pantas diperjuangkan. Ko, kepala Lo kenapa?”
“Setiap hari gue diteror lewat SMS atau BBM, Lo lihat akun twitter @fuckSAK, Lo lihat kapala gue yang sekarang gue perban, semuanya karena orang-orang yang berniat menghalangi kesuksesan SAK. Namun dengan peristiwa ini, gue jadi yakin kalau SAK memang harus diperjuangkan. Cuma gue sedih La, gue marah sewaktu Lo, partner kerja yang selama ini paling gue apresiasi kinerjanya, paling semangat, tiba-tiba ingin SAK ditiadakan, ingin resign. Gue kecewa La, asal Lo tahu, selama ini gue masih mencoba bertahan dengan segala teror karena masih ada Lo di SAK”
“Ko maafin gue, gue janji gue bakal tetep ada untuk kesuksesan SAK. Gue nggak peduli mau nyawa taruhannya asal SAK tercapai tujuannya. Gue udah terlanjur sayang sama seluruh crew SAK dan SAK itu sendiri Ko, jadi gue nggak mungkin resign dari SAK. Gue janji Ko”
Tautan jari kelingkingku dan jari kelingking Tiko menjadi ritual wajib ketika aku dan Tiko kembali bersepakat setelah mengalami kesalahpahaman atau berselisih pendapat.

“Gue janji Ko, SAK pasti akan sukses dengan perjuangan gigih kita dan teman-teman yang lain. Karena ini merupakan wujud kepedulian kita untuk tanah air Indonesia. Negeri yang kaya ini Ko, karena kita mudagakorup”
“haha, sip, mudagakorup”

“Bang Odik tolong jelasin SAK tahun lalu, kepanitiaannya maksud gue”
“SAK tahun lalu baik-baik saja, Berjalan sesuai target yang direncanakan, mantap dan dahsyat. Panitianya total nggak ada yang ilang-ilangan kayak kepanitiaan lain. Kenapa emangnya? SAK tahun ini gimana perkembangannya? Tumben Lo kesini nggak bareng Tiko. Kemana dia?”
“Iya Bang, kami sebenarnya baik-baik aja. Pembicara udah fix, sponsorship berjalan lancar. Tempat juga udah pasti bisa dipake. Tapi, ”
“Tapi apa?”
“Lo lihat ini deh Bang!” kataku sambil menunjukkan surat-surat kaleng yang total tujuh kali menyerangku dan lima kali menyerang Tiko. Aku juga memperlihatkan foto-foto yang berhasil diabadikan oleh Tiko setelah ia bercerita penjang padaku, bahwa teror yang sama juga telah menyerangnya.
“Astaga, ini lagi. Harusnya tidak terjadi” Bang Odik bergumam sambil menggeleng-gelengkan kepala
“Apa maksud Bang Odik? Sekarang Tiko lagi menenangkan diri”
“Lo temuin gue di kanlam nanti jam 3. Gue kasih tahu semuanya. Sekarang gue musti ke kelas, ada kuis”
“Oke Bang, jam 3 di kanlam. Semoga kuisnya lancar ya bang, biar cepet lulus, haha” candaku padanya
“Hmm, thanks cantik, gue ke kelas. Lo hati-hati ya, gue ga mau Lo kenapa-kenapa sebelum Lo jadi  pacar gue. haha”
“Hah? Nggak mau”
Sebuah bercandaan yang tidak penting. Beginilah Bang Odik, PO SAK tahun lalu, dengan pembawaannya yang santai dan nyastra abis. Mungkin ia lebih pantas menjadi seorang mahasiswa Fakultas Sastra daripada Fakultas Psikologi. Rambutnya yang dibiarkan acak-acakkan, gelang karet corruptor fighter yang melingkar di tangan kirinya, kaos oblong dan jeans hitamnya membuat ia begitu khas.
Pukul tiga di kanlam akhirnya pertemuan itu benar-benar berlangsung. Aku lihat bang Odik asyik dengan menu favoritnya, ayam bakar lodho dan es susu fanta.
“Gila Lo Bang, makan kagak pernah ganti menu, ga bosen apa?” Tanyaku sambil meletakkan buku statistik yang super tebel di depan mangkoknya yang sepertinya cukup membuat Bang Odik kaget.
“Gila Lo ngagetin aja. Dateng permisi kek, ini seenaknya aja, hampir bikin Gue keselek tau! Pake bawa buku setebel ini segala. Huh!”
“Wuii Bang Odik ngamuk Cuy. Hayo pasti kuis nggak bisa ngerjain ya? haha”
“Enak aja Lo, mana ada nggak bisa ngerjain kuis tapi nilai statistik Gue selalu A. Haha. Nggak kayak lo tu, kemana-mana bawa buku statistik tetep aja ngeluh statistik susah. Payah!”
“Ye, kuliah kan emang musti bawa buku Bang”
“Siapa bilang, yang penting Lo tu mantepin dulu belajar di rumah, di kampus tinggal dengerin penjelasan tambahan dari dosen, tinggal keluarin tuh materi-materi yang udah dipelajari. Buku statistik kan berat, haha. Mana Tiko? Dia mau kesini nggak?”
“Iya, tapi nggak tahu nyampe mana. Nyusul katanya. Jadi bisa kita mulai obrolannya?”
“Tahun lalu Gue sama beberapa panitia juga diteror sesuatu yang sama kayak kalian. Bahkan beberapa hampir memutuskan untuk mundur, dan ada yang terpaksa mengambil terapi jiwa. Saat itu kacau banget, SAK nggak ngerti lagi deh kelanjutannya bakal kayak gimana.” Bang Odik meletakkan sendok makannya, menerawang mengingat peristiwa setahun lalu.
“Hai Nahla, Bang Odik, tadi gue lihat Bang Jonas, PO SAK tahun sebelum Lo kan Bang Odik? Ngapain ya dia kesini? Apa janjian ama Lo?” Tiko tiba-tiba datang mengagetkan kami.
“Ah kagak, Lo salah liat aja kali. Gua udah lama nggak lihat dia kok. Eh, kemana aja Lo baru nongol?”
“Gue linfak Bang, sama ngefix in sewa sound sama tenda, mastiin kalau besok udah bisa dipasang di lapangan parkir Psikologi Bang”
“Oh gitu, berarti besok udah mulai ngedekor, bikin panggung ya?”
“Iya Bang, seminggu ini kita bakal bekerja keras. Udah lanjutin tadi ceritanya, Gue nggak mau SAK tahun ini terganggu sama ulah manusia tak beradab yang suka neror itu”
“Oke, SAK merupakan acara yang baru diselenggarakan sepuluh tahun terakhir, merupakan buah pemikiran Abang-Abang dan kakak-kakak kita, Bang Adi, Bang Erlangga, Bang Ivan, Kak Arumi, Kak Mita, Kak Evin dan kawan-kawan. Berawal dari sebuah keprihatinan mereka sebagai aktivis mahasiswa yang menghadapi kenyataan bahwa senior mereka, yang memperjuangkan reformasi tahun 98 dengan mudahnya berganti wajah setelah mengenakan kemeja berdasi, idealisme yang terkikis oleh realita kehidupan dunia pasca kampus, berbagai tuntutan yang sebelumnya mereka perjuangkan, seolah tidak berarti apa-apa setelah mereka menjadi pejabat publik, duduk di kursi parlemen, duduk di kursi pemerintahan. Korupsi, hal terbesar yang senantiasa mereka perangi, menjadi buaian yang melenakan bagi para ‘mantan’ aktivis kampus, sebuah perbuatan yang dulunya sangat mereka benci, namun pada kenyataannya mereka tak sanggup untuk tidak terlibat di dalamnya ketika sudah memasuki sistem. Ironis memang, bahkan sampai sekarang, hal itu masih sangat sulit untuk diberantas. Hmm. Para pionir SAK berpikir bagaimana membangun karakter mulia sehingga korupsi sekecil apapun akan dihindari oleh semua mahasiswa. Mereka merumuskan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan para mahasiswa korupsi di kehidupan pasca kampus atau ketika masih di dalam kampus yakni ketika mengelola event kampus, adalah karena mereka tidak mengenal apa itu korupsi, sejauh mana sebuah perbuatan dikategorikan korupsi, serta bagaimana korupsi tersebut berdampak bagi kehidupan masyarakat. Ya, pengenalan apa itu korupsi dan membangun karakter luhur itu tujuan utama diadakannya SAK, sampai hari ini, itulah tujuan utama SAK yang harus terus diperjuangkan. Dan harus kalian ketahui, perjuangan menyukseskan SAK bukanlah perjuangan yang mudah. Tahun lalu, gue menghadapi serangan dahsyat dari orang-orang yang tidak menghendaki kesuksesan SAK.” Bang Odik menghela napas, ia meminum es susu fanta dari gelas yang dari tadi dipeganginya, melepas sebuah beban yang dahulu pasti sempat sangat menyesakkan dadanya. Aku dan Tiko hanya bisa berpandangan dan sama-sama menghela napas, merasakan sesak beban itu, bersiap mendengar kelanjutan cerita Bang Odik.
“Kiriman misterius, sosok misterius yang mengikuti kami setiap kali pulang rapat, ancaman dan teror lewat SMS maupun telepon merupakan makanan kita sehari-hari, hal itu terjadi sejak dua bulan menjelang eksekusi SAK, bahkan teror pun ditujukan kepada dekan fakultas Psikologi sehingga pihak fakultas melarang pelaksanaan SAK. Harus melalui negosiasi yang alot sampai pada akhirnya kami memanfaatkan surat izin pelaksanaan kegiatan yang telah ditandatangani Pak Dekan enam bulan sebelum pelaksanaan SAK menjadi bukti sah yang mendukung tetap diizinkannya pelaksanaan SAK. Itulah pentingnya kesepakatan hitam di atas putih. Meski dengan syarat, bahwa jika terjadi sesuatu ketika pelaksanaan SAK, pihak fakultas tidak bertanggungjawab. Dua panitia yang menduduki posisi cukup penting, yakni penanggungjawab bidang sponsorship dan wakil penanggungjawab bidang publikasi, mereka mendapat hujatan melalui akun jejaring sosial yang membuatnya sangat tertekan, akhirnya mengundurkan diri, beruntung gue bisa meyakinkan mereka untuk tetap berjuang bersama di SAK. Hari pertama pembukaan SAK, alhamdulillah terlaksana sesuai rencana, namun di akhir acara, ketika diadakan rapat evaluasi, pizza yang kami pesan diantar dengan antaran yang aneh, yah kalian tahulah apa yang gue maksud, surat itu, benda-benda aneh itu. Huh! Di hari kedua sampai kelima, semuanya berjalan lancar, para peneror itu seolah hilang ditelan bumi. SAK berjalan sesuai yang direncanakan oleh panitia. Dan di hari terakhir, ketika ruangan simulasi sudah dibereskan, pembicara sudah diantar pulang, panitia mengadakan rapat evaluasi hari terakhir, dihadiri oleh Bang Jonas, Kak Mira, Bang Didit dan 3 PO SAK sebelum gue, memang begitu tradisinya, semua harus ikut mengevaluasi. Di tengah perbincangan kami, di kafe tempat kami mengadakan rapat evaluasi tiba-tiba didatangi tiga orang preman, dua cowok satu cewek berpakaian hitam-hitam, memakai kacamata. Merekapun membentak kami, ‘Hai, sudah merasa puas kalian dengan hasil kerja kalian?’ VPO gue saat itu, si Ramon langsung ngamuk karena dia udah langsung bisa nebak kalo selama ini yang neror panitia SAK ya komplotan mereka. Namun kami segera menahan kemungkinan keributan sebab Ramon temperamental abis, apalagi ketika teror-teror itu datang bertubi-tubi, dia semakin mudah marah. Dan malam itu kami tahu semuanya, hmm.”
“Gimana Bang? Ternyata siapa yang udah neror Lo dan kawan-kawan? Siapa Bang Odik?” pertanyaanku tanpa babibu langsung menyerang Kak Odik yang tampak menyunggingkan senyum setelah mengakhiri ceritanya.
“Gimana Bang? Siapa yang ngelakuin itu semua bang?” Tiko pun sama penasarannya denganku
Tiba-tiba ponsel Bang Odik berdering, tertulis di layar ponselnya nama Jonas. Bang odik pun langsung mengangkat teleponnya.
“Jonas?? PO SAK tahun lalu Bang?”
“Iya, dia nanya kapan kalian rapat brifing terakhir? Dia mau ikut katanya”
“Oh, malam ini jam 7 di angkringan Shi Jack Margonda. Lo ikut juga Bang?” tanya Tiko
“Ya doakan aja bisa dateng. Sorry La, Ko, gue harus pergi, gua ada janji ama nyokap baru inget, ntar malem gue lanjutin ceritanya oke?”
“Tapi Bang Odik? Nahla pengen segera tahu kelanjutannya”
“Iya Nahla sayang, hahaha, atau mau denger kelanjutan ceritanya sambil nganter CaMer ke dokter?”
“CaMer?” Aku dan Tiko bingung dengan istilah Bang Odik
“Iya CaMer, Calon Mertua,. Lo mau ikut nganterin nyokap Gue? hehe”
“Bahh. Udah sono pergi Bang!” kataku kesal
“Oke Gue duluan, Bye Nahla Sayang, duluan Tiko. Semangat!”
“Haha, Bang Odik naksir Lo tu La, hahaha. Welcome to the jungle”
“Maksud Lo welcome to the jungle apaan Ko?”
“Jadi pacar Bang Odik, haha. Tantangan tersendiri”
“Apaan deh Tiko. Yuk ke tempat sewa sound ama tenda!”

(Angkringan Shi Jack)
“Thanks banget kalian udah mau dateng, gue Nahla PJ Acara SAK 2012 sekaligus MC brifing kita malem ini ngucapin makasih banget sama teman-teman semua yang sampai hari ini masih semangat mempertahankan SAK, masih merasa bahwa SAK pantas untuk diperjuangkan, buat Rico sama Chrisye yang udah gigih di PJ humas ama materi setelah ditinggal ama partner, buat PO tercinta kita yang hebat, Andhito Keyko alias Tiko. Makasih juga buat bang Odik, Bang Jonas, Kak Mita, Bang Ramon, Kak Evin dan bang Ivan yang udah dateng membersamai kami untuk kesekian kalinya, untuk membimbing,  untuk bertukar wawasan demi kelancaran SAK ini. Makasih juga buat angkringan Shi jack yang sering kita pake buat rapat, haha. Oke, brifing malam ini kita buka dengan doa, selanjutnya langsung Gue serahin ke PO kita, Keyko, eh Tiko.”
“Oke, makasih Nahla. Pembukaan SAK kurang lebih 36 jam lagi kawan, mari kita kuatkan tekad, luruskan niat, satukan semangat bahwa SAK memang wajib kita perjuangkan, untuk mencapai tujuan pengenalan korupsi bagi masyarakat terutama temen-teman kita serta membangun karakter mulia, bukan karakter maling. Untuk selanjutnya progress tiap bidang terkait persiapan lusa. Perlengkapan, acara, dekdok, semuanya”
“Sempurna, semuanya sesuai dengan rencana. Tempat untuk lima hari kedepan fix, peserta yang mendaftar rangkaian SAK maupun calon hadirin yang reservasi sangat banyak, pembicara fix, konsumsi oke, perlengkapan beres. Semoga ini merupakan awal yang baik untuk kesusesan SAK.” Senyum Tiko kembali terkembang, wajah tampannya kembali cerah.
“Adik-adikku semuanya, saya Mita, bangga dengan semangat kalian di SAK. Betapapun berat rintangan yang kalian alami namun sampai H-1 ini semuanya sempurna. Saya dan teman-teman di sini, ada Odik, Jonas, Ramon, Evin dan Ivan berkesempatan hadir dan kami hendak menyampaikan sesuatu. Mungkin Jonas yang lebih oke kalau menyampaikannya, silakan Jonas” kak Mita tersenyum manis sekali, senyum yang melegakan dan menenangkan
“Iya terimakasih Kak Mita, sebenarnya gue bingung harus menyampaikan darimana. Yah sama seperti yang sudah disampaikan kak Mita tadi bahwasanya gue juga bangga dengan kinerja kalian, tim mudagakorup buat SAK 2012. Gue Jonas mau bilang, mau minta maaf, minta maaf banget buat kalian semuanya, terutama buat Tiko, Nahla dan Chrisye yang merasa tidak nyaman, merasa takut, merasa benci terhadap peristiwa akhir-akhir ini. Emm sebenarnya yang meneror kalian itu kami para senior, hehe”
“Apa????”seluruh panitia SAK secara bersamaan terkejut mendengar pernyataan Bang Jonas barusan.
“Huh, lelucon macam apa ini? Jadi yang ngikutin Nahla, yang kirim surat-surat itu, bangkai tikus itu, potongan kepala boneka itu, yang mengikuti Tiko dan Chrisye, yang bikin kepala Tiko terluka semuanya kalian? Apa maksud semua ini, hah?” aku tak bisa mengendalikan amarahku, beruntung Tiko segera menarik tanganku, merangkul pundakku seraya menenangkanku.
“Waduh maaf sekali Nahla, itu semua memang kami yang melakukannya. Cuma kalau untuk Tiko, gue minta maaf banget, itu nggak sesuai skenario, dia mencoba melawan gue, dan pada akhirnya kayu yang ia bawa melukai kepalanya juga selain melukai pelipis gue, makanya tadi siang gue nggak nyapa Tiko ketika ketemu di FISIP, hehe, sorry ya Ko, gue ngerasa bersalah banget, lagipula kalau Lo lihat pelipis gue pasti Lo bisa merangkaikan semua peristiwanya. Yang nge-handle teror buat Tiko seluruhnya gue, Nahla diserahin ama Odik, Chrisye dan Tedi ama Ivan, Rico dan Alvin sama Ramon dan yang lain kalian bisa nanya sendiri-sendiri deh, itu yang gue ingat, hehe. Tim kreatif kita ada Kak Arumi, Kak Mita, Kak Evin sama Bang Erla. Maafin gue ya semuanya”
“Gue juga minta maaf ya Nahla sayang? hehehe”
“Apa tujuan kakak-kakak semua melakukan hal itu? Memangnya apa urgensi tindakan ini?” tanya Tiko
“Menurut kalian apa?” Bang Ramon yang sedari tadi diam pun angkat bicara
“Uji ketahanan, endurance”
“Komitmen”
“Konsistensi”
“Tekad”
“Kekompakkan panitia”
“Kepemilikan terhadap SAK”
“Betul sekali, semua yang kalian katakan tadi betul. Kenapa kami para senior melakukan hal demikian ke kalian dengan tujuan itu semua, untuk menguji seberapa tahannya kalian terhadap cobaan di SAK, menguji kekompakkan dan komitmen panitia, tekad, konsistensi, seberapa besar rasa kepemilikan kalian terhadap SAK. Dan yang terpenting adalah bagaimana membuat kalian semua menyadari bahwa keputusan kalian untuk bergabung di kepanitiaan Sekolah Anti Korupsi, dengan segala tujuan SAK yang kalian ketahui merupakan keputusan yang tepat, membuat kalian semua menyadari bahwa untuk melakukan hal baik selalu saja ada yang menghambat sehingga kalian akan berkeyakinan bahwa SAK memang pantas dan harus diperjuangkan kesuksesannya. Semakin banyak yang menghambat, jika kalian mampu melewatinya, semakin spektakuler acara yang akan terselenggara, yakinlah.” Bang Jonas menambahkan dengan penuh keyakinan
“Menambahkan ya adik-adik semua, kalian tahu bahwa kalian yang bergerak di SAK merupakan orang-orang yang berani mengambil keputusan konkrit ketika yang lain masih memandang perbaikan negeri ini mustahil untuk dimulai, apalagi dari peran seorang mahasiswa, mereka yang masih memikirkan bahwa sebagai seorang individu tidak mampu membuat perubahan karena masalah negeri ini terlalu rumit, mereka yang putus asa. Dan kalianlah yang berani membuat keputusan itu, keputusan untuk bergerak, untuk menciptakan karya, untuk menginspirasi orang lain melalui program yang kalian laksanakan. Dengan memperkenalkan apa itu korupsi, dengan pembangunan karakter kepada setiap mahasiswa, kalian telah ikut berperan dalam memberantas korupsi di negeri yang kita cintai ini. Kecil memang, tapi siapa tahu bahwa nanti, alumni peserta SAK yang kalian bina akan menjadi pejabat negara yang bersih dari tindakan korupsi dan benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak. Terakhir pesan dari kakak, Tuhan akan selalu membersamai makhluk ciptaannya yang berbuat baik, Tuhan lah yang menggerakkan hati-hati peserta SAK untuk menerapkan ilmu yang kalian bagi, rayulah Tuhan dengan rayuan yang paling mesra, dekatkan diri kalian dengan-Nya. Lakukan hal yang mempunyai tujuan baik ini dengan cara yang baik pula. Karena sekeras apapun kita berjuang untuk menyukseskan SAK, jika Tuhan belum berkehendak, maka SAK tidak akan menjadi apa-apa.” Kak Mita pun turut memberi suara
“Tapi mengapa harus dengan menciptakan kondisi seperti itu Kak?” tanyaku masih belum setuju dengan berbagai alasan yang dikemukakan
“Bukankah dengan cara seperti itu kalian menjadi benar-benar berada di posisi tertekan? Bingung, marah, kecewa, sedih, takut, strees? Itulah tujuan kami. Dan kami memang benar-benar menginginkan panitia SAK adalah mereka yang mampu bertahan di kondisi seekstrem apapun, mereka yang mampu melewati segala kondisi menyakitkan itu dan tetap mendedikasikan dirinya untuk SAK, tetap memperjuangkan SAK, karena mereka yang tidak mampu melewati tantangan ini akan tereliminasi dengan sendirinya, kalian tahu sendiri kan” Bang Odik menjawab pertanyaanku dengan penuh semangat
“Hal ini akan selalu kita lakukan di setiap kepanitiaan SAK tanpa sepengetahuan panitia tersebut, jadi mohon kerjasamanya”
Jadi selama ini, surat itu, benda-benda itu, bayangan hitam tiap malam itu, teror misterius lewat SMS dan BBM itu, semuanya rekayasa dari orang-orang yang sangat dekat dan sangat mendukung terselenggaranya SAK. Lalu bagaimana dengan semua rasa takut, kesal, marah, sedih dan kecewa itu? Apakah bisa terobati dengan semua penjelasan malam ini?
“Tenang Nahla, berarti tidak ada yang menghambat kesuksesan SAK lima hari ke depan. Semangat ya!” Tiko, dia menenangkanku.

Sabtu, 11 Februari 2012

Karena Bulan yang Kita Pandang Masih Sama

Bergegaslah kawan, tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, dan saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat, kita untuk selamanya
_B&F2B_

Welcome to the 4th  semester Guys.. Berharap kalian tetap baik-baik saja dimanapun sekarang bumi yang kalian pijak, apapun yang kini ada di samping kanan kiri kalian, apapun seragam yang saat ini kalian kenakan, tetap semangat untuk apapun yang saat ini tengah kalian perjuangkan.

Jika saat ini, di detik ini juga kita sama-sama dihadapkan dengan sebuah lukisan yang sangat indah, mahakarya seorang seniman hebat, tampak secara kasat mata seorang anak laki-laki yang tengah duduk di tepi danau di langit senja, menatap sunset dari sebuah cermin raksasa air tenang di danau yang luas, mendekap kedua kakinya, dengan tatapan yang nampaknya kosong, dengan penggambaran danau yang indah dikelilingi perbukitan serta pepohonan besar. Apa yang terlintas di pikiran kalian saat itu? Mungkin aku akan mengatakan lukisan itu indah sekali karena memang aku adalah seorang penggemar lukisan apapun itu, sementara salah seorang dari kalian mungkin akan mengabaikan lukisan indah itu karena sama sekali tidak mempunyai ketertarikan akan lukisan, sementara seorang yang lain akan mengkaji nilai estetika serta menaksir berapa besar rupiah lukisan tersebut dapat mendatangkan uang, bukan tidak mungkin ada yang segera memprediksikan berapa usia lukisan tersebut, terbuat dari kanvas jenis apa atau dilukis menggunakan cat apa dan teknik melukis seperti apa yang dilakukan oleh pelukis, atau beberapa dari kalian pasti menebak-nebak apa maksud dari lukisan tersebut, bagaimana perasaan pelukis ketika menciptakan karya hebat tersebut, berapa usia anak laki-laki yang dalam lukisan serta apa yang dilakukan dan direnungkan anak kecil dalam lukisan tersebut. Atau bahkan kalian berpikir, apakah lukisan tersebut dilukis berdasarkan kenyataan atau imajinasi belaka.

Berbagai sudut pandang serta reaksi kita setelah melihat lukisan tersebut merupakan sebuah analogi bagaimana kita memandang kehidupan, di saat kita dihadapkan pada suatu situasi, apa yang aku rasakan belum tentu juga kamu rasakan, begitupun apa yang bisa kamu lakukan untuk menghadapi kondisi tersebut belum tentu aku bisa melakukan hal yang sama. Ketika dalam hidup kita sama-sama diberikan kesempatan untuk memilih apa saja, tentu pilihanku dan pilihanmu akan berbeda, berbagai pertimbanganmu yang pada akhirnya bisa membuatmu memutuskan sesuatu belum tentu bisa aku terapkan dalam kasus hidupku. Ya, karena kita berbeda dengan keunikan masing-masing, berbeda dengan beban hidup masing-masing, berbeda peran, berbeda tanggung jawab, berbeda pandangan hidup, berbeda kondisi fisik, berbeda kondisi ruhiyah, berbeda dalam membuat keputusan hidup, berbeda dalam banyak hal. Namun yang aku yakini, seberbeda apapun kita, bulan yang kita lihat setiap malam tetaplah sama, langit yang menaungi kita masih langit yang sama, tugas penciptaan kitapun sama. Selama kita masih bisa melihat bulan di setiap malam, bulan yang sama walau dilihat dari sudut dunia manapun, selama itu pula, masih selalu ada alasan untuk mengenang, untuk mengingat, untuk bertegur sapa, untuk silaturahim, untuk saling berbagi cerita, untuk saling mendoakan.

Akhirnya memang kita harus bersegera untuk bangkit, dari sebuah kondisi diri yang mungkin tidak menyenangkan, meningkatkan setiap jengkal kebaikan yang telah diperbuat. Tiba saatnya kita untuk segera bergegas, memupuk bunga yang telah kita tanam untuk mendapat hasil yang sangat indah. Kini masaku dan masamu untuk mengejar resolusi kehidupan. Selamat berjuang di medan juang kita masing-masing. Semoga Allah mengizinkan kebaikan senantiasa menyertai.

Thanks buat Quotes keren ini:
Bertahtalah di tahta tertinggi  (Agisti: 2010)
Percayalah, kerendahan hati itu aneh (Safriana: 2010)
Aku mencintaimu tanpa alasan (Adhi: 2010)
Aksel Irredenta! (Susanto: 2010)